NIAT PUASA, ROMADLONI ATAU ROMADLONA ? - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » NIAT PUASA, ROMADLONI ATAU ROMADLONA ?

NIAT PUASA, ROMADLONI ATAU ROMADLONA ?

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Jumat, 15 Januari 2016 | 02.24


Niat dalam berpuasa dalam bulan ramadhan sangatlah penting sebagaimana disebutkan Imam Nawawi dalam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :

فصل لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف وتجب النية لكل يوم فلو نوى صوم الشهر كله فهل يصح صوم اليوم الأول بهذه النية المذهب أنه يصح وبه قطع ابن عبدان وتردد فيه الشيخ أبو محمد ويجب تعيين النية في صوم الفرض سواء فيه صوم رمضان والنذر والكفارة وغيرها

Puasa tidak sah tanpa didasari dengan niat, dan tempat niat berada di dalam hati. Sudah menjadi kesepakatan bahwa tidak disyaratkan untuk mengucapkan niat dengan lisan. Niat diwajibkan pada tiap hari. Apabila seseorang berniat puasa untuk satu bulan penuh, apakah sah niat tersebut diucapkan pada puasa hari pertamanya? Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat. Pertama menurut madzhab, hukum puasanya sah, ini juga merupakan pendapat Ibnu Abdan dan Syaikh Abu Muhammad. Niat puasa wajib ditentukan pada puasa yang wajib, baik itu puasa Ramadhan, puasa Nadzar, puasa Kaffarat dan lain sebagainya. [Raudhatuth Thalibin 2/306 (2/337)]

Adapun lafal niat puasa ramadlon adalah sebagai berikut:

ﻧﻮﻳﺖُ ﺻﻮﻡَ ﻏﺪٍ ﻋﻦ ﺃﺩﺍﺀِ ﻓﺮﺽِ ﺷﻬﺮِ ﺭﻣﻀﺎﻥِ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺴﻨﺔِ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ

Namun sering kali kita mendengar niat puasa itu dilantunkan dengan beberapa versi. Ada yang membacanya RomadloNA ada yang membacanya RomadloNI. Lantas manakah yang lebih tepat? keduanya bisa dilafalkan asalkan tahu tatabahasa arab yang digunakannya secara benar, dalam hal ini adalah Ilmu Nahwu. Memang terjadi 2 pendapat antara lafal RomadloNA dan RomadloNI,  namun yang intinya, keduanya mempunyai alasan tatabahasa yang tepat dan benar bila yang membacanya memahami ilmu nahwu.

Pertama dibaca kasroh (RAMADHONI)  

Tidak ada masalah dengan membaca RomadloNI, yang menjadi masalah adalah Nahwu atau tatabahasa yang kita pakai. Mengapa banyak orang membaca RomadloNA ? Jika melihat kedudukan lafal Romadlon dalam lafal niat di atas, maka Romadlon berkedudukan sebagai mudlof ilaih (yang ditumpangi) dari lafal Syahri, tetapi lafal “Romadlon juga menjadi mudlof pada lafal setelahnya yaitu Hadzihis Sanati. Secara kaidah nahwu, seharusnya lafal Romadlon dibaca menggunakan harakat kasrah (harakat asli jer) menjadi RomadloNI bukan RomadloNA, sehingga untuk kasus ini jernya isim ghair munsharif (lafal Romadlon) yang menggunakan fathah tidak berlaku lagi, karena lafal Romadlon menjadi mudlof terhadap lafad hadzihis sanati.

Dalam kitab-kitab fiqh juga banyak diterangkan cara membacanya dengan harakat kasrah yaitu RomadloNI, di antaranya dalam kitab fathul muin
وأكمالها أي النية : نويت عن أداء فرض رمضان ( بالجار للإضافة لما بعده) هذه السنة لله تعالى
Yang artinya: lafal “Romadhoni” dibaca dengan jer karena Idhofah pada lafadz setelahnyanya yaitu هذه السنة, Assanati  yang kedudukannya sebagai mudhof ilaih dari ROMADONI.
Juga terdapat dalam kitab I’anatut Tholibin  Juz 2 Hal. 253 ketika menerangkan lafal niat puasa Ramadlan sebagai berikut:
(قوله: بالجر لإضافته لما بعده) أي يقرأ رمضان بالجر بالكسرة، لكونه مضافا إلى ما بعده، وهو اسم الإشارة.
Artinya: … (ucapan penulis: dengan jer, karena idlofahnya lafal Romadlon terhadap lafal setelahnya) maksudnya lafal Romadlon dibaca jer dengan kasrah, karena kedudukannya sebagai mudlof terhadap lafal setelahnya yaitu isim isyarah.
Oleh karena itu, RomadloNI tetap harus dibaca RamadloNI. Kedudukan Romadlon hanya sekedar mudhof ilaih itu tidak apa-apa, Ia dibaca RomadoNA. Tapi kalau Romadlon di-idofahkan lagi dan dia berkedudukan menjadi mudhof, sedangkan kata sesudahnya mudhof ilaih, lafal Romadlon wajib kasrah, alias RomadoNI. Kalau di i’robi kurang lebihnya begini :
أداءِ : mudhof → فرضِ : mudhof ilaih
فرضِ : mudhof → شهر : mudhof ilaih
شهر : mudhof → romadona : mudhof ilaih
romadoni : mudhof → هذه  : mudhof ilaih
هذه: mudhof → السنة  : mudhof ilaih


Kedua dibaca fathah (RAMADHANA)  

RomadlaNI dibaca RomadhaNA karena lafal Romadlan termasuk isim ghair munsharif (isim yang tidak menerima tanwin). Mengapa Romadlan menjadi isim ghair munsharif sehingga tidak bisa menerima tanwin? Karena Romadlan kalimat alami dan ziyadah alif-nun (kata benda dan mendapat tambahan dua huruf yaitu alif dan nun). Romadlon adalah isim ghair munsharif, dan apabila dijarkan harus dibaca fathah Kecuali bila ditambahkan Alif Lam ( ال ) dan di-idhofahkan pada lafal setelahnya. Dasarnya alfiyah Ibnu Malik :

وَجُرَّ بِالْفَتْحَةِ مَا لاَ يَنْصَرِفْ * مَا لَمْ يُضَفْ أَوْ يَكُ بَعْدَ أَلْ رَدِفْ

Setiap Isim yang tidak Munshorif dijarrkan dengan Harakah Fathah, selama tidak Mudhof atau tidak jatuh sesudah AL. (bab mu’rob dan mabni bait ke )

Kata Romadlon pada niat puasa, baik  dibaca RomadhoNA atau RomadhoNI. Sebetulnya duanya dibaca jer/jar. Hanya saja, RomadhoNA alamat (tanda) jar-nya fathah dengan Alasan Romadlan adalah isim ghair munsarif/ghair muawwan. Namun, para ahli tata bahasa Arab (nahwiyyin) mengungkapkan bahwa kurang tepat Romadlon pada niat puasa dibaca RomadhoNA, karena selain menjadi mudhof ilaih dia juga menjadi mudhof untuk kalimat Hadzihi yang berkedudukan sebagai mudhof ilaih dari kata Romadlon. Maka dengan begitu, Romadhon dibaca Romadhoni, dengan tanda jar-nya kasrah bukan fathah.

Seharusnya, bila ingin dibaca fathah (RomadhoNA), maka lafal RomadhoNA harus memberhentikan kedudukannya sebagai mudlof ilaih  dari lafal syahri. Dengan syarat lafal sesudahnya, yaitu lafal hadzihis sanah haus dibaca nashob dengan harakat fathah karena berkedudukan menjadi dharaf zaman. Sehingga cara membacanya adalah ‘An ada’i fardli syahri RamadloNA hadzihis SanaTA.  Akan tetapi, yang demikian ini jarang digunakan oleh para ulama, sebab mayoritas ulama memudlofkan lafal Romadlon pada lafad hadzihis sanati untuk menunjukkan kekhususannya

Dengan demikian, alasan Kata Romadlon dibaca RomadloNA tidaklah kuat, karena lafal Ramadlan tadi di-idhofatkan pula pada lafaz sesudahnya, yaitu Hazihis Sanati. Karena di sini sudah tidak ada faktor (illat) yang mengharuskan dibaca fathah, maka alasan itupun gugur. Artinya, lafal itu sudah tidak lagi harus dibaca fathah ketika diidofatkan. Jadi, yang kuat adalah RamadhaNI.

Kesimpulannya, perbedaan Romadhoni dan Romadhona, menurut hemat penulis tidak ada konsekwensi yang menyebabkan tidak sahnya suatu niat puasa.  Namun,  jika ditelaah secara gramatikal arab maka konsekwensinya akan menyebabkan  perbedaan makna. Seandainya niat puasa itu dilafalkan, Si pengucap bisa dikatagorikan kurang fasih karena tidak bisa mendatangkan lafal sesuai makna yang diinginkan.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template