Pemuda Inspirator Tanggap Bencana - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » Pemuda Inspirator Tanggap Bencana

Pemuda Inspirator Tanggap Bencana

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Minggu, 21 November 2010 | 06.23

Artikel ini telah dimuat di Koran Harian SUARA MERDEKA rubrik kampus Sabtu 20 November 2010.

Oleh: Abdul Aziz Musaehi Maulana Maki

Bencana alam kiranya bukan hal yang asing bagi masyarakat dunia saat ini. Semua ini terjadi akibat kerusakan alam yang diakibatkan oleh tingkah laku manusia maupun secara kerusakan alamiah alam itu sendiri. Berbagai bencana seperti banjir, kebakaran hutan, tsunami, gunung meletus atau gempa bumi, seakan sudah menjadi sesuatu yang “wajar” kita lihat di layar kaca atau di media massa cetak.

Bencana alam saat ini seakan telah menjadi semacam momok yang menakutkan dan telah menjadi semacam rutinitas. Parahnya, akibat bencana alam yang terjadi, tidak jarang mengakibatkan korban jiwa yang jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan orang, sebut saja bencana tsunami Kepulauan Mentawai di Sumatra Barat dan meletusnya gunung Merapi di Yogyakarta, yang menyebabkan ratusan jiwa gugur serta ribuan lainnya harus mengungsi ke daerah-daerah sekitar dengan sarana yang alakadar.

Seluruh elemen masyarakat pun tak urung mengulurkan tangan bagi saudara yang terkena musibah. Pemerintah, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk cepat tanggap, tak punya pilihan lain selain harus mempersembahkan kinerja yang optimal untuk meminimalisasi kerugian akibat bencana serta segera menetapkan wacana rekonstruksi yang tepat untuk diterapkan di daerah pascabencana. Dengan jatuhnya korban yang tak sedikit itu, Indonesia menjadi berduka.

Persoalannya, sering kali kita abai mengevaluasi reaksi cepat tanggap bencana yang datangnya dari alam. Padahal ikhtiar untuk meminimalisasi dampak bencana harus tetap diupayakan. Kuncinya terletak pada sejauh mana langkah antisipasi serta penanganan yang dilakukan.

Saat ini, antisipasi yang diandalkan memang berupa mitigasi dan peringatan dini. Melihat kiprah antisipasi dan penanganan pemerintah di lapangan pun, terutama di beberapa titik rawan, nyatanya korban bencana masih harus bersabar menanti bantuan logistik dan tempat pengungsian yang layak, yang notabene harus segera dipenuhi dengan hitungan waktu yang cepat. Padahal di waktu yang bersamaan, banyak ekses yang muncul akibat pukulan bencana. Salah satu yang terbesar adalah secara psikologis masyarakat sudah lelah diterpa banyak persoalan, ditambah dengan datangnya bencana, sehingga semangat untuk bangkit pun meredup.

Meski demikian, betapa pun luluh lantaknya bangunan fisik serta kerugian material dan psikologis yang diakibatkan, hidup masih tetap berlangsung. Bangsa Indonesia harus tetap memelihara harapan agar perlahan dapat bangkit memulai pemulihan. Harapan itu pun memang tak akan pernah jauh dari figur-figur muda. Karena betapa naifnya jika bangsa ini hanya berharap banyak pada pemerintah yang daya geraknya masih serbastatis dan terbatas saat ini.

Perbaikan penanganan serta antisipasi bencana, baik yang datang dari alam maupun implikasi dari human error yang masih kerap melanda, diharapkan datang dari pemuda sebagai aktivis di garda depan. Ada beberapa yang perlu dilakukan pemuda sebagai inspirator kebangkitan pascabencana. Pertama, pemuda harus tampil sebagai inisiator yang cepat tanggap di lapangan saat terjadi bencana. Merekalah yang mula-mula menjadi tumpuan harapan untuk diandalkan saat respons dari pemerintah masih lambat.

Kedua, pemuda harus ambil bagian dari wacana rekonstruksi wilayah pascabencana, terutama bencana dengan skala besar. Alasan yang terpenting adalah karena pemuda adalah generasi yang akan "mendiami" dan meneruskan wilayah rekonstruksi tersebut. Dan Ketiga, pemuda harus menjadi inspirator kebangkitan bagi segenap elemen bangsa dengan menyiapkan visi intelektual di berbagai aspek seperti pemanfaatan teknologi, mitigasi, serta manajemen bencana yang lebih memadai dalam mengantisipasi bencana alam di masa depan.

Musibah besar yang terjadi belakangan ini sesungguhnya memiliki makna evaluasi dan rekonstruksi bagi dinamika kehidupan bangsa, terutama tentang bagaimana kita menyiapkan generasi muda yang cakap menyiasati bencana agar bisa kita kurangi ekses terburuknya. Sejatinya musibah adalah garis takdir yang tak bisa dihindari oleh bangsa mana pun. Namun, sekali lagi, ikhtiar mengantisipasi bencana sejak dini mutlak dilakukan.

Indonesia memiliki cita-cita yang besar untuk menjadi bangsa yang lebih tanggap dan cepat bangkit saat menghadapi garis takdir bencana. Wajah bangsa kini memang sedang berduka. Namun masa depan harus tetap ditatap, dan inspirasi kebangkitan itu ada di tangan para pemuda.


*) Aktivis Ashram Bangsa, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template