Judul : Konstruksi Sosial Gender di Pesantren, Studi Kuasa Kiai atas Wacana Perempuan
Penulis : Dr. Ema Marhumah
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Cetakan : I Januari 2011
Tebal : xviii + 206 halaman
Penulis : Dr. Ema Marhumah
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Cetakan : I Januari 2011
Tebal : xviii + 206 halaman
Harga : Rp 45000
Peresensi : Abdul Aziz Musaehi Maulana Maki
Peresensi : Abdul Aziz Musaehi Maulana Maki
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia memiliki peranan yang penting dalam proses doktrinasi keagamaan dan memiliki peran besar dalam hal sosialisasi gender. Hal ini disebabkan adanya perubahan mendasar dalam proses sosial gender yang menuju arah egaliter dan salah satunya berasal dari lingkungan pesantren.
Di lingkungan pesantren, Kiai dan Nyai memiliki peranan dalam mendistribusikan nilai-nilai luhur Islam kepada para santri pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Proses transfer berikutnya dilakukan oleh para santri sebagai garda terdepan dalam dakwah Islam yang seharusnya memiliki wacana keagamaan yang sensitif gender.
Namun pada kenyataannya, wacana terkait kesetaraan gender masih sering menjadi polemik di lingkungan pesantren. Bahkan, upaya untuk mensosialisasi ini tak jarang mendapatkan resistensi dari sebagian kalangan pesantren. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa gender merupakan produk Barat yang berkembang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Alhasil, mayoritas pesantren di wilayah Indonesia masih tetap mempertahankan nilai-nilai gender tradisional yang sebagian besar bersumber pada kitab-kitab klasik karangan ulama terdahulu. Adapun kajian dalam kitab-kitab tersebut masih mengadopsi nilai-nilai lama yang mengedepankan superioritas laki-laki sehingga posisi wanita seolah-olah termarginalkan (subordinasi).
Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin memberikan apresiasi tinggi kepada wanita. Segala hal yang berusaha menyudutkan wanita baik marginalisasi, diskriminasi, ataupun subordinasi tidak pernah lahir dari ajaran Islam. Justru perlu adanya rekonstruksi terhadap pemahaman yang kabur mengenai konstruksi gender terutama di lingkungan pesantren.
Gender dapat dipandang mendobrak pola relasi yang selama ini sudah mengakar dalam Islam terutama wacana gender di lingkungan pesantren. Dengan demikian bisa dipastikan pemahaman gender di pesantren cenderung banyak menggunakan pemikiran gender tradisional yang memandang relasi perempuan dan laki-laki akan berjalan dengan sendirinya berpedoman pada ajaran teks klasik. Padahal, harus disadari ajaran yang terkandung selama ini masih menempatkan laki-laki pada posisi superior dan perempuan cenderung tersubordinasi. Oleh karena itu, menurut buku ini salah satu upaya mereposisi wacana gender di pesantren harus dimulai dari pola relasi para pengasuh pesantren yang setiap saat berhubungan dengan para santri.
Begitu pun dalam kitab-kitab dan kurikulum yang diajarkan kepada para santri. Pemahaman yang mendalam dari para pendidik akan berdampak jangka panjang berupa pembentukan karakter yang sadar gender. Semua hal yang meminggirkan dan mendiskriminasikan perempuan harus adanya kajian mendalam dalam upaya merekonstruksi pemahaman gender dalam Islam di lingkungan pesantren secara menyeluruh.
Buku bertajuk “Konstruksi Sosial Gender di Pesantren, Studi Kuasa Kiai atas Wacana perempuan” ini berusaha memaparkan tentang peranan para Kiai dan Nyai dalam pembentukan diskursus gender dalam Islam yang dominan di lingkungan pesantren dan secara kuat mempengaruhi pandangan para santri mengenai isu gender dalam Islam. Sebagai pelaku utama, Kiai dan Nyai memiliki pengaruh terkuat dalam transfer informasi dan ajaran agama yang mengandung pesan bermuatan gender selain sebagai panutan dalam hal perilaku keseharian.
Buku ini terbagi dalam enam pokok bahasan, hasil disertasi Dr. Ema Marhumah mengupas tuntas tentang pola sosialisasi gender di dua pondok pesantren yaitu Pondok Pesantren Al Munawwir sebagai representasi pesantren salaf dan Pondok Pesantren Ali Maksum sebagai representasi pondok modern. Dalam bab ketiga dipaparkan siapa saja agen sosialisasi gender di pesantren, mulai dari para Kiai sampai pada teman sebaya para santri. Tak lepas dari alur yang telah ada, peran, metode dan media dalam sosialisasi gender di pesantren menjadi bagian menarik dengan adanya klimaks ketegangan dalam proses sosialisasi gender di pesantren.
Kajian mengenai sosialisasi gender di pesantren ini menyajikan gambaran komprehensif tentang diskursus dan konstruksi sosial gender di pesantren dimana para pemimpin pesantren terbukti memiliki andil paling signifikan dalam upaya konstruksi peran sosial gender tradisional. Terbitnya buku ini memberikan sumbangan penting bagi arus kuatnya pemahaman gender di tanah air.
Di lingkungan pesantren, Kiai dan Nyai memiliki peranan dalam mendistribusikan nilai-nilai luhur Islam kepada para santri pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Proses transfer berikutnya dilakukan oleh para santri sebagai garda terdepan dalam dakwah Islam yang seharusnya memiliki wacana keagamaan yang sensitif gender.
Namun pada kenyataannya, wacana terkait kesetaraan gender masih sering menjadi polemik di lingkungan pesantren. Bahkan, upaya untuk mensosialisasi ini tak jarang mendapatkan resistensi dari sebagian kalangan pesantren. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa gender merupakan produk Barat yang berkembang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Alhasil, mayoritas pesantren di wilayah Indonesia masih tetap mempertahankan nilai-nilai gender tradisional yang sebagian besar bersumber pada kitab-kitab klasik karangan ulama terdahulu. Adapun kajian dalam kitab-kitab tersebut masih mengadopsi nilai-nilai lama yang mengedepankan superioritas laki-laki sehingga posisi wanita seolah-olah termarginalkan (subordinasi).
Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin memberikan apresiasi tinggi kepada wanita. Segala hal yang berusaha menyudutkan wanita baik marginalisasi, diskriminasi, ataupun subordinasi tidak pernah lahir dari ajaran Islam. Justru perlu adanya rekonstruksi terhadap pemahaman yang kabur mengenai konstruksi gender terutama di lingkungan pesantren.
Gender dapat dipandang mendobrak pola relasi yang selama ini sudah mengakar dalam Islam terutama wacana gender di lingkungan pesantren. Dengan demikian bisa dipastikan pemahaman gender di pesantren cenderung banyak menggunakan pemikiran gender tradisional yang memandang relasi perempuan dan laki-laki akan berjalan dengan sendirinya berpedoman pada ajaran teks klasik. Padahal, harus disadari ajaran yang terkandung selama ini masih menempatkan laki-laki pada posisi superior dan perempuan cenderung tersubordinasi. Oleh karena itu, menurut buku ini salah satu upaya mereposisi wacana gender di pesantren harus dimulai dari pola relasi para pengasuh pesantren yang setiap saat berhubungan dengan para santri.
Begitu pun dalam kitab-kitab dan kurikulum yang diajarkan kepada para santri. Pemahaman yang mendalam dari para pendidik akan berdampak jangka panjang berupa pembentukan karakter yang sadar gender. Semua hal yang meminggirkan dan mendiskriminasikan perempuan harus adanya kajian mendalam dalam upaya merekonstruksi pemahaman gender dalam Islam di lingkungan pesantren secara menyeluruh.
Buku bertajuk “Konstruksi Sosial Gender di Pesantren, Studi Kuasa Kiai atas Wacana perempuan” ini berusaha memaparkan tentang peranan para Kiai dan Nyai dalam pembentukan diskursus gender dalam Islam yang dominan di lingkungan pesantren dan secara kuat mempengaruhi pandangan para santri mengenai isu gender dalam Islam. Sebagai pelaku utama, Kiai dan Nyai memiliki pengaruh terkuat dalam transfer informasi dan ajaran agama yang mengandung pesan bermuatan gender selain sebagai panutan dalam hal perilaku keseharian.
Buku ini terbagi dalam enam pokok bahasan, hasil disertasi Dr. Ema Marhumah mengupas tuntas tentang pola sosialisasi gender di dua pondok pesantren yaitu Pondok Pesantren Al Munawwir sebagai representasi pesantren salaf dan Pondok Pesantren Ali Maksum sebagai representasi pondok modern. Dalam bab ketiga dipaparkan siapa saja agen sosialisasi gender di pesantren, mulai dari para Kiai sampai pada teman sebaya para santri. Tak lepas dari alur yang telah ada, peran, metode dan media dalam sosialisasi gender di pesantren menjadi bagian menarik dengan adanya klimaks ketegangan dalam proses sosialisasi gender di pesantren.
Kajian mengenai sosialisasi gender di pesantren ini menyajikan gambaran komprehensif tentang diskursus dan konstruksi sosial gender di pesantren dimana para pemimpin pesantren terbukti memiliki andil paling signifikan dalam upaya konstruksi peran sosial gender tradisional. Terbitnya buku ini memberikan sumbangan penting bagi arus kuatnya pemahaman gender di tanah air.
*) Penikmat buku, tinggal di Yogyakarta
Pak job Ads and advertisements for karachi,Lahore,Quetta,Peshawar,Multan,Hyderabad,Rawalpindi,Islamabad and http://allpkjobz.blogspot.com all cities of Pakistan
BalasHapus