Dilansir di media KOMPAS.COM Minggu, 26 Februari 2012
Judul : Kontroversi
Hakim Perempuan pada Peradilan Islam di Negara-negara Muslim
Penulis : Dr Hj
Djazimah Muqoddas SH M.Hum
Penerbit : LKiS,
Yogyakarta
Cetakan: I, Maret 2011
Tebal : xxix+297
halaman
Peresensi : Abdul Aziz MMM
Penafsiran terhadap teks keagamaan
yang timpang dan kebiasaan sosial tradisional masyarakat telah menimbulkan bias
terhadap kedudukan gender. Disadari atau tidak, bahwa laki-laki dianggap lebih
unggul (superior) dari pada perempuan. Perempuan dianggap lemah kemampuannya
(subordinat), sehingga tidak layak mengisi fungsi-fungsi di lapangan sosial.
Kuatnya budaya patriarkat dalam
masyarakat, terutama Islam, menimbulkan tindakan diskriminatif terhadap kaum
perempuan. Hal tersebut disebabkan faktor-faktor dogmatis dibarengi dengan
penafsiran yang kurang memihak terhadap perempuan. Imbasnya, hak-hak terhadap
perempuan terbelenggu, baik dalam ranah keluarga, pemikiran, ekonomi, tradisi
sosial, budaya, maupun politik dan sistem hukum.
Diskursus mengenai kiprah perempuan
sebagai hakim di pengadilan Islam, acap kali menuai kontroversi di berbagai
Negara muslim, seperti Negara Sudan, Malaysia, Pakistan, dan Indonesia.. Perempuan
dinilai tidak pantas untuk terjun di wilayah publik, terutama jabatan
pemerintahan. Hal itu dipengaruhi oleh kuatnya budaya patriarkat dalam
masyarakat.
Akibatnya, hak-hak perempuan
terbelenggu, baik dalam ranah ekonomi, budaya, politik dan sistem hukum.
Pertanyaannya, benarkan agama Islam membatasi hal-hak kaum hawa, serta
melarangnya untuk ikut andil dalam kancah politik dan hukum?
Buku Kontroversi Hakim Perempuan
pada Peradilan Islam di Negara-negara Muslim, karya Dr Hj Djazimah Muqoddas SH M.Hum,
memberi jawaban yang tepat seputar hak dan kewajiban bagi kaum hawa. Sehingga
buku ini dapat menjadi referensi sarana komunikasi dan wacana ke-islam-an yang
selalu berkembang dan begitu komplek di negeri ini.
Secara de facto, banyak umat Islam
yang menentang serta mendgoma kaum hawa tidak pantas, bahkan dikatakan haram
untuk menjadi politikus apa lagi menjadi hakim di pengadilan.
Penulis, merasakan bahwa kedudukan hakim
perempuan, terutama di Indonesia, masih belum bisa diterima secara maksimal
oleh masyarakatnya. Hal itu sudah dirasakan Djazimah penulis buku ini, dari
hasil diskursus tentang hakim perempuan.
Djazimah memandang ada beberapa
kelompok masyarakat indonesia dalam menanggapi kedudukan hakim perempuan.
pertama ada masyarakat yang membolehkannya seorang wanita menjadi hakim, tapi
dalam hal tertentu saja (middle theory). Ada yang melarang wanita menjadi hakim
(grand theory). Dan ada yang menerimanya dalam semua aspek (applicative
theory). Dalam konteks ini ketidakadilan dirasakan oleh kaum hawa.
Dengan hadirnya buku ini, penulis
mencoba menengahi berbagai pro kontr, serta membuka cakrawala pengetahuan
pembaca. Tidak tanggung-tanggung, penulis buku ini mengambil berbagai referensi
dari al-quran dan berbagai ilmuwan dunia, baik fuqoha, ulama, pemikir barat
serta ahli hukum.
Sebagai buku pegangan, buku ini
dirasa cukup untuk menjawab berbagai problem mengenai kontroversi kedudukan
hakim perempuan di Indonesia. Di samping itu, buku ini juga sangat bagus untuk
dibaca oleh semua kalangan, baik akademisi, praktisi hukum, aktivis jender,
maupun masyarakat umum terutama bagi mereka yang masih bingung mengenai
kedudukan hakim perempuan di indonesia.
Buku ini memuat kandungan yang sangat
kaya akan khazanah pemikiran, tidak hanya dengan analisis teori kebijakan
hukum, tetapi dilengkapi dengan khazanah dialektika dari pemikir-pemikir Barat
dan ulama muslim serta pengalaman pribadi penulis buku sebagai seorang hakim
perempuan sehingga kita tidak lagi terjebak dalam pola pikir diskriminatif gender.
*)Peresensi:
Abdul Aziz MMM
Pengelola Renaisant Institute Tinggal di Yogyakarta
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !