Judul Buku: Ritual & Tradisi Islam Jawa
Penulis: KH. Muhammad Sholikhin
Penerbit: Naarasi, Yogyakarta
Cetakan: I, 2011
Tebal: 498 Halaman
Peresensi: Abdul Aziz MMM
Keberhasilan syiar agama di suatu daerah, tidak hanya ditentukan oleh
kualitas ajaran agama itu sendiri, tetapi yang lebih penting, bagaimana ajaran
itu disampaikan kepada calon pemeluknya. Di Indonesia, syiar agama termasuk
proses yang unik, menarik sekaligus cukup dinamis. Meski sudah berlangsung
berabad-abad lamanya, toh masih meninggalkan sejumlah persoalan sampai saat
ini.
Sebagai masyarakat komunal, yang salah satu cirinya ditandai dengan
kekhasaan nilai-nilai lokal, membuat masyarakat ini sulit menerima kebiasaan
maupun ajaran-ajaran yang datang belakangan. Keyakinan lama tidak lantas
tergantikan oleh ajaran baru. Justru yang sering terjadi adalah perpaduan
beragam nilai, tanpa disadari membentuk bangunan baru.
Termasuk pula konteks Islam dalam masyarakat Jawa. Pada kenyataannya,
pertautan ini menghasilkan sebuah peradaban baru yang disebut Muslim Jawa
seperti yang diistilahkan penulis buku ini. Berbagai pandangan terhadap
akulturasi ini pun dilontarkan. Ada yang setuju, namun banyak juga yang
menolak. Buku ini mengulas kesamaan cara pandang dan tujuan masyarakat Jawa,
terutama yang diekspresikan melalui ritual-ritual tertentu, dengan ajaran
keislaman meski tidak secara spesifik menyebut Jawa yang dimaksud, namun
sebagai referensi umum, buku ini patut untuk disimak.
Ada empat pokok bahasan yang ditulis di buku ini yakni; Siklus kehidupan
manusia dan ritual tradisi Islami terhadapnya, ritual dan tradisi Islami
terkait dengan kehamilan dan kelahiran masyarakat muslim Jawa, tradisi Islami
terkait dengan perkawinan masyarakat muslim Jawa. Terakhir, prosesi kematian
dalam tradisi Islami di Jawa. Di awal tulisan, diulas bagaimana pertautan antara
Islam dan budaya lokal Jawa.
Dijelaskan bahwa syiar Islam pada prinsipnya selalu menyikapi tradisi lokal
masyarakatnya, yang sebagian di antaranya dipadukan menjadi bagian dari tradisi
Islami. Prinsip itu didasarkan atas suatu kaidah Ushulliyah, yang berbunyi;
“Menjaga nilai-nilai lama yang baik, sembari mengambil nilai-nilai baru yang
lebih baik.”
Islam sendiri menganut suatu fikih yakni pengakuan terhadap hukum adat.
Hukum adat yang dimaksud adalah adat jama iyyah yakni suatu kebiasaan yang
dilakukan sekelompok orang secara berulang-ulang. Namun jika masih dalam bentuk
adat fardliyah atau kebiasaan yang dilakukan secara berulang tetapi oleh
personal orang belum bisa dijadikan sumber penetapan hukum. Hal ini sekaligus
juga menegaskan bahwa Islam cukup kooperatif dengan fenomena serta dinamika
kebudayaan. Proses asimilasi antara budaya Jawa dengan budaya Islam kemudian
menghasilkan apa yang disebut dengan istilah Ritual dan Tradisi Jawa Islami.
Ada banyak ritual Jawa yang dipaparkan dalam buku ini. Bahasa antropologis
itu dijelaskan penulis melalui pendekatan tafsir agama. Di antaranya ia
menjelaskan makna “sesaji” sebagai bentuk ekspresi ungkapan syukur dan
pendekatan diri kepada Tuhan dengan harapan dijauhkan dari kekuatan-kekuatan
negatif. Mengenai sarana yang digunakan dalam kebanyakan ritual misalnya
kemenyan, menurut penulis, tak lain hanyalah bagian dari media.
Jika kemudian banyak Muslim yang menganggap kemenyan sebagai bagian dari
ritual mistik adalah sesuatu yang wajar, mengingat juga sering digunakan untuk
praktik-praktik musyrik. Pada dasarnya, pembakaran kemenyan dalam banyak ritual
masyarakat Jawa merupakan usaha untuk mempermudah pencapaian khusyu (tahap
hening) dan tadharru (mengosongkan diri), karena zat yang terkandung dalam
kemenyan ketika dibakar, menghasilkan bau yang cukup merangsang sekaligus bersifat
aromaterapis.
Ritual lainnya yakni, upacara Ngapati atau disebut juga Ngupati. Ritual 4
bulan masa kehamilan oleh masyarakat Jawa ini, ditandai dengan upacara
pemberian makan yang salah satu menunya adalah ketupat. Agaknya ritual ini pun
tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga dilakukan oleh sebagian besar
masyarakat Muslim di Asia Tenggara. Dalam Islam, ritual Ngapati didasarkan atas
hadits yang berbunyi; “Bahwa pada masa usia 120 hari dari kehamilan atau 4
bulan, maka Allah meniupkan roh kepada janin dalam kandungan. Sementara ruh
ditiupkan, pada saat itu ditentukan juga rezeki dan ajalnya.”
Tiga bulan kemudian tepatnya di usia kandungan 7 bulan juga diadakan ritual
yang oleh masyarakat Jawa disebut Mitoni atau Tingkepan. Dipilihnya bulan
ke-7 masa kehamilan disebabkan karena bentuk bayi pada usia itu sudah sempurna.
Bentuk upacaranya sama dengan Ngapati yakni berupa sedekahan dan penyampaian
doa-doa agar bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
Banyak ritual Jawa lain yang dibahas secara Islami dalam buku setebal 500
halaman ini. Selain kaya dengan falsafah Jawa Islami, buku ini menarik karena
mengurai fenomena dinamika keseharian masyarakat Jawa Islami. Bahkan buku ini
tidak sekadar membahas ritual-ritual Jawa Islami, tetapi aspek yang lebih universal
dalam pandangan Islam.
Sepertinya buku ini ditujukan sebagai bacaan sederhana, dimana kenyataan
sehari-hari, terutama yang dilakoni masyarakat Jawa Muslim dijelaskan
berdasarkan sumbernya, baik menurut pandangan adat maupun Kitab Suci Alquran.
Karenanya, membaca buku ini pada dasarnya, membaca tiga buku yang dirangkai
menjadi satu, masing-masing Antropologi Jawa, Tafsir Alquran dan
Pandangan Islam terhadap Kebudayaan Jawa. Pada kesimpulannya, buku ini turut
memperpanjang barisan pemikiran-pemikiran Islam yang demokratis,
Inklusif-Pluralis.
*)Peresensi: Abdul
Aziz MMM
Pengelola Renaisant Institute Tinggal di Yogyakarta
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !