Simbah Kakung (Gus Mus) bercerita.
bahwa NU dulu punya tradisi Selalu Berebut Menolak untuk Memegang Jabatan.
Kyai Bisri dan Kyai Wahab menolak menjadi Rais Akbar karena ada Kyai Hasyim Asy’ari.
Sepeninggal Kyai Hasyim, keduanya menolak, terlebih kyai lainnya.
Saat Kyai Wahab Hasbullah akhirnya bersedia, itu pun dengan konsensus Rais Akbar diganti dengan istilah Rais Am.
Saat Kyai Wahab Hasbullah sakit sepuh, muktamirin sepakat menunjuk Kyai Bisri Syansuri sebagai pengganti.
Namun beliau tetap menolak, menurut Kyai Bisri selama masih ada Kyai
Wahab, meski beliau sakit dan hanya bisa sare-an (tiduran) saja, beliau
tidak akan bersedia mengganti.
Sepeninggal Kyai Wahab Hasbullah, maka Kyai Bisyri Syansuri menjadi Rais Am.
Dan beberapa tahun kemudian beliau wafat. Para Kyai sepuh berembuk memilih pengganti.
Saat itu, Kyai As’ad Syamsul Arifin yang ditunjuk untuk menjadi Rais Am dengan tegas menolak karena merasa belum pangkatnya.
Bahkan saat dipaksa oleh para kyai
Kyai As’ad berkata : “Meskipun Malaikat Jibril turun dari langit untuk memaksakan saya, saya pasti akan menolak !! ”
Dan beliau dawuh : “Yang pantas itu Kyai Mahrus Aly”
Kyai Mahrus Aly pun bereaksi saat namanya disebut Kyai As’ad, Sembari
berkata : “Jangankan Malaikat Jibril, kalaupun Malaikat Izrail turun dan
memaksa saya, saya tetap tidak bersedia !”
Akhirnya musyawarah ulama Memutuskan memilih Kyai Ali Maksum Krapyak yang saat itu tidak hadir.
Cerita diatas tidak jauh beda dengan cerita tentang pemilihan Rais Syuriah Jawa Timur sepeninggal Kyai Syarqawi.
Kyai Imron Hamzah yang saat itu paling sepuh dijagokan Mengganti kedudukan Kyai Syarqawi.
Tentu saja Kyai Imron menolak, bahkan untuk memperkuat Penolakannya
Kyai Imron sengaja membuat surat pernyataan tidak bersedia dicalonkan
menjadi Rais Syuriah.
Saat pemilihan, betapa terkejutnya Kyai Imron karena beliau malah terpilih.
Beliaupun protes karena sudah membuat surat pernyataan tidak bersedia.
Lalu untuk membuktikan, maka Kemudian dibukalah surat itu dihadapan umum.
Dan Kyai Imron lebih terkejut lagi Melihat surat pernyataannya sudah berganti tulisan :
“Dengan kerendahan hati, saya menyatakan ……. bersedia menjadi Rais”
kata “tidak” nya terhapus tipe ex,
Akhirnya menyerahlah Kyai Imron.
Karena penasaran, maka setelah pemilihan Kyai Imron pun menyelidiki
siapa yang menghapus tulisan beliau dalam surat pernyataannya. Dan
terkuaklah pelaku penghapus tulisan, yakni Kyai Masduqi Mahfudz Malang.
Proteslah Kyai Imron kepada Kyai Mahfudz. Sambil ngeloyor pergi Kyai
Masduqi dengan enteng menjawab : “Salah sendiri, ndak bersedia kok pake
surat pernyataan segala….!!!”.
Sungguh sayang, budaya ini mulai luntur.
Bahkan ada bau tak sedap untuk menghalalkan segala cara demi jabatan di NU.
Untuk menguatkan penolakan Rais Am dalam lemabga NU para Ulama' dulu unik menggunakan perwakilan malaikat yang paling tinggi jabatannya Pemberi wahyu atau penjabutnyawa, yang kedua pakai hitam di atas putih ternyata masih tidak kuat menjadi sistem penolakan kketua Rais Am. Dengan demikian jabatan bukan meminta bahkan menolak karena masih banyak berkompeten di bidangnya.Semoga negeri ini dapat contoh suritauladan/uswatun hasanah dalam lembaga sosial keagaman NU yang terbesar di Indonesia ini. Semoga .. Amiin
BalasHapus