Dilansir di media online Analisisnews.com senin, 10 Oktober 2011Judul Buku : Maulid Nabi; Menggapai Keteladanan Rasulullah Saw
Penulis : Ahmad Muthohar
Penerbit : PUSTAKA PESANTREN Yogyakarta
Cetakan : I, 2011
Halaman : x + 120 hlm
Peresensi : Abdul Aziz MMM*
Maulid
  nabi bagi umat islam menyebutnya sebgai hari kelahiran Nabi Muhammad  
SAW. Istilah ini telah ada sejak beratus-ratus tahun lamanya, sehingg  
kata maulid (kelahiran) dijadikan sebutan hari dimana seorang al uswah hasanah
 terlahir di dunia. Sebagai umat islam tentunya begitu dekat dengan  
istilah maulid nabi, karena hal ini merupakan satu dari sekian banyak  
peristiwa penting dalam sejarah umat islam. Bahkan antusias perayaan  
maulid nabi kesemarakannya hampir sama dengan perayaan Idul Fitri dan  
Idul Adha. Tampak perayaan ini mulai dari mushala pojok desa hingga  
istana negara.
Dengan  adanya maulid nabi inilah umat 
islam bisa meneladani kelahiran pembawa  dan pemimpin umat beragama 
sekaligus untuk seluruh zaman yang ada.  Sebagian besar orang islam 
memang memahami maulid nabi dengan hari yang  sangat agung, karena jika 
peristiwa itu tiada maka al uswah hasanah juga tiada.
Asal
  mula perayaan maulid nabi tidak ada yang bisa dengan benar dan nyata  
membuktikan kapan perayaan maulid nabi itu pertama kali dilakukan karena
  tidak adanya bukti yang membenarkannya. Namun kita masih bisa melihat 
 dari beberapa pendapat tentang asal mula dirayakannya maulid nabi.  
Misalnya pendapat yang dikemukakan oleh Al Maqrizy (seorang ahli sejarah
  islam) dalam buku ini menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati 
 pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir.
Kontroversi
  dengan adanya perayaan maulid nabi terjadi dimana-mana tidak 
terkecuali  oleh umat islam itu sendiri. Meskipun tidak memiliki 
landasan syar’i  yang qath’i, perayaan maulid nabi dianggap penting oleh
 umat islam.  Sebab selain untuk mengenang jasa-jasa nabi muhammad SAW 
dalam  menyebarkan ajaran agama, maulid nabi juga sebagai upaya untuk 
menjadi  suri tauladan (uswatun hasanah).
Dengan  beragam 
corak Perayaan Maulid diselenggarakan, perbedaan itu nampak  jelas 
antara satu daerah dengan daerah lain dan terus berkembang dari  masa ke
 masa sesuai dengan situasi dan kondisi budaya masyarakat  
masing-masing. Misalnya di keraton yogyakarta perayaan maulid nabi  
dikenal dengan perayaan sekaten (asalnya: syahadatain) yang  
diselenggarakan dalam waktu yang cukup panjang dan sangat kuat  
dipengaruhi budaya lokal.
Beraneka  warna dan cara 
masyarakat muslim dalam menunjukkan apresiasi  kecintaannya kepada Nabi 
Muhammad dalam bentuk Maulid Nabi. Namun,  perayaan ini sering kering 
makna karena sekadar ritual keagamaan. Momen  ini akan lebih bermakna 
apabila diikuti dengan keteladanan kepada Nabi  Muhammad saw.
Nilai-nilai
 keteladanan ini seharusnya dapat  diaktualisasikan umat Islam dalam 
kehidupan bermasyarakat, berbangsa,  dan bernegara, sehingga tidak 
terjebak pada upacara ritualitas perayaan  Maulid Nabi semata. Orang 
lain butuh akan keteladanan dari diri kita dan  kita pun butuh 
keteladanan dari orang di luar kita. Ketika nilai-nilai  keteladanan ini
 telah hilang dari masyarakat maka yang ada hanyalah  kecurigaan yang 
tak pernah lepas.
*)Abdul Aziz Musaehi Maulana Maki, Sekjend Renaisant Institute Yogyakarta.
link: http://analisisnews.com/analisis/resensi-buku/733-maulid-nabi-menggapai-keteladanan-rasulullah-saw


0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !