Judul Buku : Maulid Nabi; Menggapai Keteladanan Rasulullah Saw
Penulis : Ahmad Muthohar
Penerbit : PUSTAKA PESANTREN Yogyakarta
Cetakan : I, 2011
Halaman : x + 120 hlm
Peresensi : Abdul Aziz MMM*
Maulid
nabi bagi umat islam menyebutnya sebgai hari kelahiran Nabi Muhammad
SAW. Istilah ini telah ada sejak beratus-ratus tahun lamanya, sehingg
kata maulid (kelahiran) dijadikan sebutan hari dimana seorang al uswah hasanah
terlahir di dunia. Sebagai umat islam tentunya begitu dekat dengan
istilah maulid nabi, karena hal ini merupakan satu dari sekian banyak
peristiwa penting dalam sejarah umat islam. Bahkan antusias perayaan
maulid nabi kesemarakannya hampir sama dengan perayaan Idul Fitri dan
Idul Adha. Tampak perayaan ini mulai dari mushala pojok desa hingga
istana negara.
Dengan adanya maulid nabi inilah umat
islam bisa meneladani kelahiran pembawa dan pemimpin umat beragama
sekaligus untuk seluruh zaman yang ada. Sebagian besar orang islam
memang memahami maulid nabi dengan hari yang sangat agung, karena jika
peristiwa itu tiada maka al uswah hasanah juga tiada.
Asal
mula perayaan maulid nabi tidak ada yang bisa dengan benar dan nyata
membuktikan kapan perayaan maulid nabi itu pertama kali dilakukan karena
tidak adanya bukti yang membenarkannya. Namun kita masih bisa melihat
dari beberapa pendapat tentang asal mula dirayakannya maulid nabi.
Misalnya pendapat yang dikemukakan oleh Al Maqrizy (seorang ahli sejarah
islam) dalam buku ini menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati
pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir.
Kontroversi
dengan adanya perayaan maulid nabi terjadi dimana-mana tidak
terkecuali oleh umat islam itu sendiri. Meskipun tidak memiliki
landasan syar’i yang qath’i, perayaan maulid nabi dianggap penting oleh
umat islam. Sebab selain untuk mengenang jasa-jasa nabi muhammad SAW
dalam menyebarkan ajaran agama, maulid nabi juga sebagai upaya untuk
menjadi suri tauladan (uswatun hasanah).
Dengan beragam
corak Perayaan Maulid diselenggarakan, perbedaan itu nampak jelas
antara satu daerah dengan daerah lain dan terus berkembang dari masa ke
masa sesuai dengan situasi dan kondisi budaya masyarakat
masing-masing. Misalnya di keraton yogyakarta perayaan maulid nabi
dikenal dengan perayaan sekaten (asalnya: syahadatain) yang
diselenggarakan dalam waktu yang cukup panjang dan sangat kuat
dipengaruhi budaya lokal.
Beraneka warna dan cara
masyarakat muslim dalam menunjukkan apresiasi kecintaannya kepada Nabi
Muhammad dalam bentuk Maulid Nabi. Namun, perayaan ini sering kering
makna karena sekadar ritual keagamaan. Momen ini akan lebih bermakna
apabila diikuti dengan keteladanan kepada Nabi Muhammad saw.
Nilai-nilai
keteladanan ini seharusnya dapat diaktualisasikan umat Islam dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga tidak
terjebak pada upacara ritualitas perayaan Maulid Nabi semata. Orang
lain butuh akan keteladanan dari diri kita dan kita pun butuh
keteladanan dari orang di luar kita. Ketika nilai-nilai keteladanan ini
telah hilang dari masyarakat maka yang ada hanyalah kecurigaan yang
tak pernah lepas.
*)Abdul Aziz Musaehi Maulana Maki, Sekjend Renaisant Institute Yogyakarta.
link: http://analisisnews.com/analisis/resensi-buku/733-maulid-nabi-menggapai-keteladanan-rasulullah-saw
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !