Meninjau Format Pendidikan Islam - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » Meninjau Format Pendidikan Islam

Meninjau Format Pendidikan Islam

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Senin, 30 Januari 2012 | 12.18


Dimuat di majalah GATRA. 25 Januari 2012

Judul : Membumikan Tauhuid; Konsep Dan Implementasi Pendidikan Multikultural
Penulis : Muhammad Zaini
Penerbit : Pustaka Ilmu Yogyakarta
Cetakan : I, 2011
Tebal : xii+157 hlm
Peresensi : Abdul Aziz MMM



Keragaman umat manusia merupakan sunnatullah yang semestinya mendorong terciptanya relasi antar manusia yang penuh pengertian dan pemahaman satu sama lain. Namun ironisnya, perbedaan ras, etnis dan budaya seringkali justru menyulut konflik yang berakibat jatuhnya korban kemanusiaan. Bahkan kerap kali konflik itu berujung pada dendam berkepanjangan yang diwariskan secara turun temurun. Dalam kondisi seperti ini, agama yang misinya adalah untuk memperbaiki kehidupan umat manusia tidak jarang dianggap ikut memicu penyebab terjadinya.
Dalam relitas konkrit kehidupan nyata, tampaknya sulit dibedakan secara tegas antara unsur-unsur budaya disatu sisi dan nilai-nilai agama di sisi lain. Keduanya menjadi tumpng tindih sehingga sulit menemukan jalan kompromi. Indonesia sebagai bangsa yang multibudaya dan agama tentu diperlukan alternasi-alternasi solutif untuk mengelola keragaman itu agar tidak berpotensi konflik.
Melihat berbagai konflik sosial dan kekerasan yang terjadi dimasyarakat akibat perbedaan pemahaman agama dan keragaman budaya, maka upaya mencari pemecahan persoalan tentu pintu masuk yang paling strategis adalah melihat kembali konsep pendidikan islam multikultural yang dipraktikkan selama ini. Dalam konteks ini, pendidikan islam multikultural menemukan relevansinya.
Untuk mengukuhkan model pendidikan islam multikultural ini, dalam pandangan Zaini penulis buku ini, diperlukan landasan teologis yang berakar pada tradisi islam. Penegasan landasan teologis ini penting untuk menghindari keterjebakan pada stigma “profanisasi” ajaran islam yang termanifestasi dalam institusi pendidikan.
Sebab disadari atau tidak, multikulturalisme terkait langsung dengan gelombang globalisasi yang mengalir begitu deras melanda peradaban umat manusia dan tidak dapat dibendung. Di satu sisi globalisasi membawa efek positif berupa hidup mudah, nyaman, indah, dan maju, tetapi disisi lain juga membawa dampak negatif yang seringkali menimbulkan keresahan, penderitaan dan penyesatan.
Menurut Ismail Raji al-Faruqi dalam ajaran islam, ada satu ajaran utama yang menjaadi embrio lahirnya peradaban islam, yaitu Tauhid. Konsepsi ajaran tauhid inilah yang kemudian meniscayakan kemerdekaan dan kebebasan yang menjadi citra budaya dan peradaban masyarakat, sehingga segala bentuk penjajahan (kolonialisme), imperialisme, penindasan atau kesewenang-wenangan penguasa atas penderitaan rakyat tidak dibenarkan dalam pandangan sistem budaya islam.
 Zaini menunjukan kajiannya dalam buku ini bahwa bangunan pendidikan islam multikultural tidak boleh lepas dari landasan teologis tauhid, ini supaya tidak terbawa arus dinamika globalisasi yang cenderung bebas nilai. Lebih dari itu, konsepsi tauhid menjadi tawaran prinsip etika atau sistem nilai bagi tumbuh kembangnya peradaban dan kebudayaan yang terus bergerak maju seiring laju perkembangan zaman. Sebagai sistem nilai, konsep tauhid dapat menjadi media filter atas penetrasi budaya lain dan menerima proses adaptasi terhadap unsur peradaban dan kebudayaan luar.
Dalam tataran konsep dan implementasinya, tauhid semestinya selalu hadir sebagai prinsip etika dan peradaban yang dapat menjadi elan vital sekaligus sumber inspirasi bagi upaya pengembangan pendidikan multikultural yang menjunjung tinggi nilai-nilai profetik-universal dan keseimbangan antara aspek humanitas dan transenden.
Pendidikan multikultual, dengan segala implikasinya, dapat sedikit mengubah wajah pendidikan bangsa Indonesia. Dengan menjadikan tauhid sebagai landasan teologis dan etis pendidikan multikultural diharapkan dapat menumbuhkan upaya menghargai pluralisme, humanisme, dan demokrsi bagi guru atau dosen dan peserta didik, serta menjunjung tinggi moralitas, toleransi, dan kepedulian humanistik yang tercermin dalam perilaku sehari-hari.
Oleh karena itu, pendekatan tauhid yang kemudian harus menyatu dengan aspek budaya dan peradaban tidak berarti menghendaki penyeragaman paham yang serba tunggal, tetapi bagaimana satuan elemen peradaban dan budaya dapat berjalin secara integral, dan menjalin hubungan interkonektif, sehingga elemen satu sama lain saling melengkapi untuk memujudkan kehidupan bersama demi cita-cita terbentuknya peradaban utama.



*)Peresensi: Abdul Aziz MMM
Pengelola  Renaisant Institute Tinggal di Yogyakarta

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template