Jiwa Islami dalam Konstitusi Kita - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » Jiwa Islami dalam Konstitusi Kita

Jiwa Islami dalam Konstitusi Kita

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Rabu, 03 Desember 2014 | 05.28

Dilansir di Kabar Madura 3 Desember 2014

Judul buku: Syarah UUD 1945
Penulis: Masdar Farid Mas’udi
Penerbit: Alvabet
Cetakan: 2013
Tebal: 294 hlm
Oleh: Abdul Aziz Musaihi M.M. S.H.I

Indonesia dikenal sebagai negara dengan ciri masyarakat yang religius. Keyakinan keagamaannya sangat kuat bahkan sangat mempengaruhi norma, nilai, budaya, dan perilaku keseharian pemeluknya.

Konstitusi Negara kita sendiri secara tegas mengakui kekentalan religiusitas tersebut. Pasal 29 ayat (1) menyatakan, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan ayat (2) menyatakan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaanya.

Buku Syarah UUD 1945 Perspektif Islam karya Masdar Farid Mas’udi yang hadir ditengah-tengah kita ini dapat dipahami sebagai upaya menghadirkan harmonisasi ayat konstitusi UUD 1945 sebagai sumber hukum Negara dengan ayat agama, dalam hal ini Islam.

Titik temu ayat konstitusi dan ayat agama seperti tejabarkan dalam buku ini sebenarnya bertitik tolak pada ajaran bersama bahwa bernegara itu sama pentingnya dengan beragama. Memperkuat negara sama pentingnya dengan memperkuat agama, dan toleransi saudara sebangsa sama pentingnya dengan toleransi sesama antar pemeluk agama yang dianut masyarakat Indonesia.

Untuk menguatkan budaya sadar berkonstitusi, umat Islam di Indonesia perlu diberi penjelasan tentang konteks isi konstitusi dengan nash-nash dan dalil-dalil dari sumber primer ajaran Islam (al-Qur’an dan Sunah) seperti yang disajikan dalam buku ini. Karena sampai saat ini, meskipun jumlahnya sangat sedikit, masih ada saja orang-orang Islam yang menganggap bahwa konstitusi negara kita UUD 1945 tidak sesuai dengan ajaran Islam, sehingga perlu diganti.

Ada sebuah disertasi tentang gerakan “ Islam Syariat” yang ditulis Haedar Nashir dalam meraih Doktornya di pasca sarjana UGM, menyebutkan bahwa sampai saat ini masih ada sekurang-kurangnya tiga gerakan resmi yang bersifat terbuka memperjuangkan formalisasi syariat Islam, bahkan menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam. 

Pertama, Hizbut Tahrir (HTI), merupakan organisasi yang secara terbuka memperjuangkan Indonesia menjadi Negara Islam. Kedua, Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) yang memperjuangkan berlakunya hukum Islam Menjadi hukum nasional tanpa harus menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Ketiga, Komite Persiapan Pemberlakuan Syari’at Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan memilih jalan realistis dengan memperjuangkan berlakunya syariat Islam melalui berbagai Peraturan Daerah (Perda) dengan memanfaatkan peluang otonomi daerah yang dibuka secara luas.

Namun gerakan-gerakan formalisasi hukum Islam tersebut kandas, karena pendukungnya dari kalangan Islam minoritas. Mayoritas umat Islam, terutama ormas-ormas besar Islam seperti NU dan Muhammadiyah, tidak setuju dengan gagasan tersebut. Bagi sebagian besar ulama dan umat Islam, bahwa negara Indonesia dengan dasar Pancasila merupakan pilihan yang sudah final dan sama sekali tidak bertentangan dengan akidah maupun syari’at Islam. 

Namun demikian, sebagai pengikut paham mayoritas umat Islam tidak perlu melarang apalagi memusuhi gerakan-gerakan politik yang bertujuan memformalisasikan Islam di Indonesia. Asalkan gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara demokrasi dan fair seperti yang mereka lakukan selama ini. Bagaimanapun ekspresi atas aspirasi tersebut adalah hak konstitusional mereka yang juga merupakan anak bangsa. Hanya saja perlu dijelaskan secara demokratis dan fair juga. Bahwa pilihan final atas NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 1945 tidaklah bertentangan dengan akidah dan syari’at Islam.

Buku ini sangat menarik karena mampu memberikan rujukan dalil-dalil untuk hampir semua ketentuan yang dimuat di dalam UUD 1945. Dari buku ini dapat disimpulkan bahwa kandungan konstitusi Negara kita itu islami. Ini berarti bahwa Indonesia dengan dasar Pancasila dan UUD 1945 adalah negara yang islami, tetapi bukan Negara Islam. Negara islami adalah Negara yang secara resmi tidak menggunakan nama dan simbol-simbol Islam, tetapi substansinya mengandung nilai-nilai substantif ajaran Islam, seperti kepemimpinan yang adil, amanah, demokratis, menghormati hak asasi manusia dan sebagainya.

Pilihan atas model Islami dengan cara pemuatan nilai substantive ajaran Islam seperti ini untuk konteks Indonesia sekurang-kurangnya mempunyai dua argument. Pertama, di dalam al-Qur’an dan al-Hadis tidak ada keharusan bagi umat Islam untuk membentuk negara Islam. Yang penting bagi kaum muslim adalah adanya Negara yang melindungi dan menjamin kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Islam. Disini berlaku kaidah Ushul Fikih al-Ibratu fil Islam bil Jauhari La bil Madthari, bahwa yang penting dalam memperjuangkan syiar Islam itu adalah menanamkan nilai substantif ajaran Islam dan bukan mengibarkan formalitas simboliknya.

Kedua, tokoh-tokoh Islam Indonesia pada masa lalu sudah pernah memperjuangkan melalui jalur kostitusional dan demokratis untuk menawarkan agar Indonesia dibangun dengan dasar Islam. Namun, hasil kesepakatan bangsa yang diperoleh melalui pergumulan politik yang juga demokratis itu adalah membangun negara Indonesia berdasarkan Pancasila.

Kesepakatan itulah yang harus kita terima sebagai kesepakatan luhur yang harus dijaga dan dilaksanakan secara konsekuen. Disini dapat berlaku kaidah Ushul Fikih Maalaa Yudraku Kulluhu Laa Yudraku Kulluhu,. Bahwa memperjuangkan berlakunya seluruh ajaran Islam tetapi tidak berhasil maka lakukanlah hal-hal yang masih mungkin dilakukan dan diterapka, bukan meninggalkan sama sekali kemungkinan yang masih tersedia.
 
*)Peresensi: Abdul Aziz Musaihi M.M. S.H.I
Penikmat Buku dan Pustakawan Mandiri

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template