Meninjau Kembali Pola Pembelajaran di Pesantren - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » Meninjau Kembali Pola Pembelajaran di Pesantren

Meninjau Kembali Pola Pembelajaran di Pesantren

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Sabtu, 15 Maret 2014 | 21.08


Dimuat di koran HARIAN NASIONAL 16 Maret 2014 

Judul : Kiai Mengaji Santri Acungkan Jari
Penulis : Ali Usman
Penerbit : Pustaka Pesantren
Cetakan : I, 2013
Tebal : 222 Halaman
ISBN : 602-8995-34-7
Peresensi : Fatmawati Ningsih S.Th.I

Pesantren mempunyai andil besar dalam mencerdaskan generasi bangsa, terutama dibidang ilmu agama. Pesantren dipercaya sebagai benteng moral yang kualitasnya lebih baik dibandingkan lembaga formal umum. Itulah alasan mengapa lembaga pesantren hingga kini masih terjaga kokoh dan mendapat perhatian serta respon positif dari masyarakat Indonesia khususnya dan manca negara pada umumnya. 

Pesantren Menurut Nurcholis Majid merupakan artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi keagamaan bercorak tradisional, lebih bersifat unik dan indigenous. Keunikan dunia pesantren bisa ditemukan dari tiga unsur penting yang tidak bisa dipisahkan, yaitu santri sebagai anak didik, kiai sebagai pendidik dan kitab kuning sebagai kurikulum. Ketiga komponen ini menjadi karakteristik dan kekhasan tersendiri dari lembaga pendidikan yang lain. 

Istilah santri sebagai anak didik tentu berbeda dengan siswa dilembaga formal. Sesorang disebut santri apabila belajar kepada kiai secara personal maupun kelembagaan. Baik santri tersebut masih menimba ilmu di pesantren maupun telah lulus atau keluar dari pesantren. 

Sosok kiai memiliki arti lebih mendalam dari sekedar guru atau pengajar. Kiai adalah icon kharismatik, panutan dan central roda penggerak yang memiliki posisi teratas dalam struktur kultural dalam pesantren. Sedang kurikulum yang memakai kitab kuning dimaksudkan sebagai upaya melestarikan khasanah ilmu salafi atau disebut juga literasi keilmuan klasik. 

Hubungan santri dan kiai tidak bisa disamakan dengan hubungan guru dan murid di lembaga formal. Sosok kiai bagi santri layak dihormati karena kapasitas penguasaan ilmu agama yang mumpuni, kharismanya yang memikat dan teladan moralnya yang patut dicontoh. Namun terkadang penghormatan yang berlebih memaksa santri terperangkap pada pengultusan kiai. Santri enggan berinteraksi dengan kiai lantaran menjaga muru’ah dan tawadlu’. 


Pola hubungan yang demikian secara pasti mempengaruhi sistem dan model pembelajaran di dalam pesantren, sehingga menciptakan posisi yang tidak seimbang diantara keduanya. 

Usman Ali penulis buku ini, sebagai santri yang pernah mengenyam pendidikan pesantren meskipun dibilang hanya sebentar, hendak mengkritisi ketidakseimbangan posisi antara santri dan kiai di dalam sistem pembelajaran pesantren. 

Karena kecintaan penulis pada pesantren, buku ini mencoba mengkritisi hal-hal fundamental yang selama ini berjalan di pesantren. Sebagai contoh, proses pembelajaran yang berlangsung di pesantren cenderung berjalan monoton, indoktrinatif, teacher-centred, text-book, dan top-down. (Halaman 41) 

Biasanya kiai membaca kitab dan santri mendengarkan, santri tidak diberi kesempatan bertanya oleh kiai. Kalaupun kiai mempersilahkan santri untuk bertanya, umumnya mereka tidak berani, diam, dan takut tidak sopan karena telah membantah guru. Akibat sistem pembelajaran seperti itu, pola pemahaman yang ditampilkan oleh sebagian masyarakat terkesan kaku, tidak fleksible dan dogmatis. (Halaman 14) 

Buku Kiai Mengaji Santri Acungkan Jari merupakan refleksi kritis atas tradisi sistem pengajaran dikalangan pesantren. Usman Ali menawarkan setidaknya ada dua solusi untuk mendekonstruksi sistem pengajaran yang memosisikan santri sebagai obyek dan kiai sebagai subyek. (Halaman 207) 

Solusi pertama, dalam batas-batas tertentu santri dan kiai hendaknya sama-sama memosisikan diri sebagai subyek pembelajaran. Posisi ini tidak bermaksud menghancurkan kharisma dan ketokohan kiai, akan tetapi perlu kecerdasan menempatkan diri kapan pola hubungan subyek-obyek diterapkan.

Kedua, membuka ruang dialogis yang luas bagi santri. Sesekali kiai mesti berinteraksi dengan santri secara lebih akrab dan low profile. Cara ini dilakukan untuk membuka skat antara keduanya agar lebih terbuka membincangkan masalah-masalah yang kurang dipahami santri. 

Karena itu, buku ini menjadi penting untuk dibaca dikalangan pesantren. Namun begitu, sejauh mana tradisi dan keunikan pesantren perlu dipertahankan dan bagian mana saja yang perlu diperbaiki atau ditinggalkan. Sebagaimana mengamalkan kata bijak al-muhafadlotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bijadidil ashlah, yang artinya menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik. 

Tidak bisa dipungkiri, sebab keunikannya pesantren melahirkan nama-nama besar pahlawan dan tokoh bangsa yang berjasa bagi Indonesia. Seperti Kiai Hasyim ‘Asy’ari, Kiai Wahab Hasbulloh, Kiai Dahlan, dan Abdurrahman Wahid. 

Diresensi oleh Fatmawati Ningsih S.Th.I
Alumnus IAIN Walisongo Semarang Konsentrasi Tafsir dan Hadis

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template