Judul buku : Santo dan Sultan
Penulis : Paul Moses
Penerbit : Alvabet
Cetakan : Desember 2013
Tebal : 409 hlm
Peresensi: Abdul
Aziz Musaihi M.M, S.H.I
Pada tahun 1219, ketika perang salib kelima berlangsung, Fransiskus dari Assisi menyeberangi garis pasukan Muslim
untuk menemui Sultan Malik al-Kamil di kampnya di tepi sungai Nil. Fransiskus
sudah mendambakan pertemuannya dengan
seorang pemimpin Islam itu kurang lebih lamanya tujuh tahun dan menempuh perjalanan yang sangat berbahaya.
Pemimpin pasukan Kristen, Kardinal Pelagius sendiri telah memperingatkan
biarawan dari Assisi tersebut bahwa melintasi medan pertempuran antara dua
pasukan guna menemui Sultan Malik al-Kamil sama halnya dengan bunuh diri
di medan musuh. Selain itu, Fransiskus juga diberi tahu Kardinal bahwa
sang Sultan seorang tiran kejam yang mungkin akan menyiksa dan menghukum mati
jika dia dicurigai sebagai mata-mata.
Fransiskus yang tidak asing lagi dengan kekejaman kemanusiaan dalam
peperangan, tahu betul akan penyiksaan dan hukuman mati yang dilakukan sang
Sultan pada dirinya. Namun, Fransiskus bersi kukuh untuk tetap menemui sang
Sultan dan tidak akan gentar dengan peringatan Kardinal.
Sesampainya Fransiskus di perkemahan Pasukan Muslim, ia ditangkap dan
diperlakukan dengan kasar oleh pasukan Muslim, kemudian Fransiskus dihadirkan
di hadapan Sultan. Cukup mengherankan bagi sang Sultan, bahwa orang Kristen
tanpa senjata ini berani memasuki kamp pasukan Muslim yang menjadi musuh
bebuyutannya.
Sang Sultan pun mengira
bahwa barangkali orang Frank, sebutan orang Islam terhadap tentara Salib,
mengirim dia ke kampnya untuk membawa balasan surat terbarunya kepada Sultan. Namun faktanya tidak
demikian, kedatangan Fransiskus ke
kampnya cukup mengejutkan Sultan, bahwa ia bertemu dengan Sultan justru ingin menawarkan
perdamaian. Sebuah pertemuan yang memunculkan gagasan revolusioner di kalangan umat
Kristen.
Sejalan dengan sang Sultan yang sangat menginginkan adanya kesepakatan yang
akan mengakhiri pengepungan pasukan Kristen terhadap Damietta sebuah kota di
muara sungai Nil. Di tengah peperangan, Santo Fransiskus dan sultan Malik al-Kamil menemukan
landasan bersama dalam pertemuan mereka pada tahun 1219 di luar kota Damietta Mesir yang sedang
terkepung.
Pada saat itu, perang salib telah berkecamuk selama lebih dari satu abad.
Pasukan Kristen merebut Yerusalem dari pasukan Muslim pada 1099, tetapi
mengalami pukulan telak ketika pejuang hebat Salahudin mengambil alih kembali
kota suci itu delapan puluh delapan tahun kemudian. Dalam dekade berikutnya,
paus demi paus meluncurkan satu per satu upaya militer yang gagal untuk merebut
kembali wilayah di tanah suci tersebut. Perang antar agama pun terus berlangsung selama berabad-abad
saat pasukan Kristen berjuang melawan pasukan Islam di Eropa.
Inilah kisah tentang bagaimana seorang biarawan berusaha dengan caranya
sendiri untuk menghentikan siklus kekerasan perang salib. Sultan yang tak lain
keponakan Salahudin, jelas kagum dengan biarawan kharismatik ini yang berani
menyeberang ke perkemahannya. Fransiskus salah satu Santo Kristen terbesar tergugah
oleh pengalaman tersebut dan menjadi sangat terkesan dengan spiritualitas Islam.
Dengan sebuah pertemuan yang revolusioner pada masanya, dia mendesak agar para
brudernya hidup damai di tengah umat Islam. Pertemuan kedua kesatria ini
sebagai cikal bakal dialog perdamaian antara umat Kristen dan umat Islam.
Melalui
buku ini, Paul Moses akan mengungkap informasi yang tidak banyak diketahui
perihal diplomasi damai antara sang Santo dan sang Sultan. Paul Moses yang juga
seorang jurnalis dengan gaya bahasa khas redaksi, mengatakan bahwa kisah kebenaran
tentang pertemuan Fransiskus
dengan Sultan dalam perang salib telah lama ditutup-tutupi dalam sejarah.
Hal ini disebabkan Biografi-biografi
penting mengenai Fransiskus
ditulis di bawah pengaruh para paus abad pertengahan. Para penulis biografi Fransiskus tidak bisa mencatatkan
cerita yang sebenarnya yang terjadi di Damietta. Mereka menganggap bahwa Fransiskus bertentangan dengan
perang salib yang menjalankan sebuah misi perdamaian.
Masalah utama yang dihadapi dalam
upaya untuk memulihkan Fransiskus
yang sesuai sejarah adalah bahwa dokumen-dokumen abad pertengahan ini, betapapun
rinci dan informasinya tidak bisa dipercaya begitu saja sebagai nilai sejarah. Tujuan
penulisan dokumen-dokumen tersebut hanya menggambarkan kesucian Fransiskus, bukan untuk memberikan sejarah
nyata akan kehidupannya. Bagi Paul Moses, hal itu perlu adanya usaha untuk
mendekati materi-materi tentang Fransiskus
dengan cara-cara orang jurnalis investigasi, yaitu mencari agenda-agenda
tertentu.
Di sinilah Paul Moses menelusuri
kisah nyata Fransiskus dengan
menyatukan bukti-bikti lain dari kehidupan awal sang Santo. Kebenaran tentang
pengabdian Fransiskus
terhadap perdamaian yang samar-samar terlihat dalam sebuah catatan awal
kehidupan sang Santo yang disembunyikan dalam sebuah biografi yang ditulis oleh
seorang teolog besar abad pertengahan.
Selama
bertahun-tahun, cerita Fransiskus hanya
samar-samar terdengar. Buku ini akan mengungkap informasi pertemuan sang Santo Fransiskus dengan sang Sultan al-Kamil yang tersembunyi
dibalik perang salib dalam perjalanan santo menemui Sultan untuk menawarkan
perdamaian anatara umat Kristen dan Islam.
*)Peresensi: Abdul
Aziz Musaihi M.M, S.H.I
Penikmat Buku dan Pustakawan Mandiri
Penikmat Buku dan Pustakawan Mandiri
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !