Judul
Buku: Adam
31 meter
Penulis : Bambang
Tri
Penerbit : Pustaka Pesantren
Tahun : 2014
Tebal : 262 halaman
ISBN : 602-8995-26-6
Peresensi:
Abdul Aziz Musaihi MM
Kedudukan anak cucu Adam sebagai makhluk baru
yang menduduki bumi dari golongan makhluk sebelumnya, menjadi kajian yang
sangat rumit untuk dipecahkan. Pasalnya, dalam khazanah tafsir klasik selalu
dikatakan bahwa yang digantikan oleh keturunan Adam adalah bangsa jin, yang
memang telah menghuni bumi sebelum penciptaan manusia. Dalam artian,
jin itu yang digantikan dominasinya di bumi tanpa memusnahkan mereka. Namun,
menurut pandangan penulis
buku ini mengatakan bahwa sesungguhnya bukan bangsa jin yang dibahas dalam al-Quran tentang urusan
penggantian makhluk berakal ini, tapi jenis ciptaan lain yang kita kenal dengan
manusia purba (hominid).
Buku ini akan mengurai kajian
secara historis ilmiah bukti-bukti al-Quran tentang fakta hominid. Fakta
penyebutan hominid ini penting sekali dalam membuka mata para ahli sekuler
bahwa al-Quran bukan buku karangan manusia. Pasalnya, pada waktu al-Quran
diwahyukan, pasti tidak ada orang yang punya ide apa pun tentang hominid. Ide
itu baru muncul setelah Darwin mengatakan teori evolusi manusia itu dari kera.
Bagi umat Islam tidak perlu ragu lagi mengakui
keberadaan manusia purba yang pernah ada dan hidup di bumi. Tentu tidak seperti
yang dikatakan Darwin bahwa manusia itu berasal dari kera. Bagi umat Islam,
suatu kekonyolan kalau orang percaya bahwa manusia purba itu kemudian
berevolusi menjadi manusia modern seperti Darwin. Di satu sisi, sangat konyol
juga kalau orang berpendapat bahwa manusia purba tak pernah ada, seperti yang
diungkapkan Harun Yahya. (hlm. 22)
Berpijak dari uraian teori di atas, Bambang berusaha mengcounter
penemuan Darwin. Diterangkan, setelah diciptakannya bumi, langit dan malaikat,
Allah berkehendak untuk menciptakan makhluk lain yang nantinya akan dipercaya
menghuni bumi sebagai seorang pengganti (khalifah).
Penciptaan Adam sendiri dalam al-Quran
dijelaskan Adam diciptakan dari suatu saripati yang berasal dari tanah,
kemudian dari saripati itu dijadikan air mani yang disimpan dalam tempat yang
kokoh yaitu rahim, yang nantinya akan menurunkan keturunan anak Adam hingga
sebanyak manusia sekarang ini yang menduduki bumi. (hlm. 35)
Dengan uraian di atas, sangatlah jelas bahwa
nenek monyang manusia bukanlah manusia purba seperti yang dikatan Darwin.
Namun, tidak menutup kemungkinan manusia purba dulu pernah ada, karena al-Quran
sendiri menginformasikan pergantian makhluk di bumi setelah terciptanya Adam
dan diturunkannya ke bumi untuk menjadi pemimpin (Khalifah).
Berdasarkan informasi tersebut, Bambang mencoba
untuk menafsirkan secara ilmiah terhadap ayat-ayat evolusi yang nantinya
memberikan jawaban yang proporsional dan sesuai porsi masing-masing soal
manusia purba dan manusia keturunan Adam.
Untuk
menelusurinya, Bambang akan memberikan penafsiran ilmiah terhadap surat
al-An’am ayat 133 yang berbunyi “Jika Dia menghendaki niscaya Dia
memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu
(musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang
lain.”
Menurutnya
arti yang tepat terhadap ayat tersebut adalah Tuhan telah memusnahkan keturunan
sebuah kaum yang lain, artinya kaum yang bukan manusia, yaitu dzurriyyat
(spesies) yang nenek moyangnya tidak berupa sepasang suami istri, tapi berupa
masyarakat kolektif hasil evolusi dari
kaum binatang sebelumnya. (hlm. 52)
Dengan
penafsiran seperti itu, maka bisa dipastikan bahwa al-Quran telah gamblang
membicarakan eksistensi manusia purba. Mereka adalah pendahulu manusia tapi
sama sekali bukan leluhur atau nenek moyang manusia. Penafsiran itu juga
membuktikan bahwa al-Quran bukan ciptaan manusia. karena pada waktu al-Quran
ditulis 14 abad silam, tidak ada seorang pun manusia yang punya ide ilmiah
sedikit pun tentang manusia purba.
Bagaimanapun
al-Quran tidak melarang umat Islam untuk meyakini manusia purba sebagai
pendahulu kita, tetapi tidak seperti Darwin yang menganggap mereka leluhur
kita. Atau pun Harun Yahya yang menolak mentah-mentah fosil manusia purba
sebagai penemuan ilmiah yang pernah ada di zaman dulu.
Secara
elegan, buku ini ingin menegaskan bahwa tidak ada pertikaian antara agama dan
sains. Sebaliknya, yang terjadi tak lain hanyalah benturan antara sains dan
tafsir atas agama itu sendiri.
*)Peresensi:
Abdul Aziz Musaihi MM
Alumnus UIN
Yogyakarta,
Penikmat Buku dan Pustakawan Mandiri
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !