MENABUH KENTONGAN
Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Jumat, 05 Mei 2017 | 04.24
Pada tahun 1928 terbit majalah Suara Nu, pada nomor perdana majalah anyar itu dimuat tulisan Syekh Hasyim Asy’ari mengenai hukum menabuh beduk sebagai sarana memanggil jamaah sholat di masjid dan surau. Syekh Hasyim Asy’ari menyebut bahwa menabuh beduk untuk sarana memanggil sholat itu ada dalilnya, hal ini diqiyaskan pada penggunaan alat musik duf. Dalam tulisan yang sama, Syekh Hasyim juga menyinggung hukum menabuh kentongan. Berbeda dengan beduk, menurutnya, menabuh kentongan untuk memanggil jamaah sholat tidak ada dalilnya, dan untuk itu beliau memutuskan tidak boleh menabuhnya.
Pada bulan berikutnya, pada nomor kedua majalah yang sama, giliran Syekh Faqih Maskumambang menulis. Kali ini majalah Suara NU memuat tulisan Syekh Faqih Maskumambang, tulisan yang menanggapi tulisan Syekh Hasyim Asy’ari yang dimuat pada nomor sebelumnya, soal tidak bolehnya menabuh kentongan. Menurut Syekh Faqih Maskumambang menabuh kentongan yang ditujukan untuk memanggil Sholat hukumnya diperbolehkan, dengan men-qiyaskan kebolehannya pada kebolehan menggunakan beduk untuk memanggil sholat.
Syekh Faqih Maskumambang kala itu menjabat sebagai wakil Rais Akbar Nahdlatul Ulama, atau wakil dari Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari yang berkedudukan sebagai Rais Akbar Nahdlatul Ulama. Keduanya menjadi rujukan bagi murid-muridnya dan bagi warga nahdliyyin pada umumnya.
Setelah dua tulisan itu beredar luas, Syekh Hasyim Asy’ari memanggil semua muridnya untuk mendengar pembacaaan dua tulisan yang membahas hukum menabuh kentongan tersebut. Kedua tulisan yang bertolak belakang itu dibacakan di depan santri-santri, setelah dibacakan, Syekh Hasyim kemudian menyampaikan keputusannya; bahwa kedua dalil kebolehan dan pelarangan menabuh kentongan sama kuatnya. Sehingga sebab itu, Syekh Hasyim mempersilahkan siapa saja untuk menggunakan kentongan atau tidak menggunakan kentongan. Namun, Syekh Hasyim Asy’ari meminta kepada muridnya, supaya di masjidnya tidak ada yang menabuh kentongan.
Tidak lama setelah polemik boleh tidaknya memukul kentongan itu ramai dibicarakan, Syekh Hasyim Asy’ari berencana berkunjung ke pesantren yang dipimpin Syekh Faqih Maskumambang di Gresik. Mengetahui kabar Syekh Hasyim hendak datang berkunjung ke Gresik, Syekh Faqih Maskumambang cepat-cepat mengutus seratus muridnya untuk mendatangi desa-desa di Gresik dan sekitarnya, guna memberi himbauan kepada pengurus-pengurus masjid dan musholla; bahwa nanti selama Syekh Hasyim Asy’ari berkunjung ke Gresik, semua masjid diminta untuk menurunkan kentongan atau sedikitnya tidak menabuh kentongan pada menjelang waktu sholat.
- Cerita mengenai etika mengusung pendapat di atas disampaikan oleh almarhum Gus Dur pada satu kesempatan di Situbondo, di hadapan Syekh Ahmad Shofyan dan Kiai Cholil As’ad Syamsul Arifin, dengan sedikit penyesuaian tentu saja.
kategori:
Ke - NU - an,
Kisah
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !