Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Almaghfurlah KH MA Sahal
Mahfudh merupakan sosok kiai yang taat asas. Selain terkenal
keikhlasannya, Mbah Sahal, sapaan akrab pemimpin tertinggi tiga periode
NU ini, sangat konsisten dengan institusi NU.
Penilaian tersebut diutarakan Ketua PBNU KH Arvin Hakim Thoha kepada NU Online usai berbicara pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Madrasah Minsyaul Wathon Grogolan-Dukuhseti-Pati, Jawa Tengah, Sabtu (25/1) siang.
Ia menambahkan, Mbah Sahal berpesan kepada dirinya agar pandai memilah antara urusan politik dengan urusan institusi NU. Bagi Rais Aam, organisasi NU tidak boleh dicampuradukkan dengan politik.
“Mbah Sahal konsisten dengan NU secara kelembagaan. Khittah ya khittah. Beliau sangat konsisten memegang pendapatnya meskipun kadang-kadang harus kalah,” ujarny.
Pada rapat terakhir di PBNU, lanjut Arvin, Mbah Sahal berpesan agar para pengurus NU tidak menggunakan institusi NU sebagai kendaraan politik dan alat untuk kampanye. Bagi pria asal Sarang Rembang ini, Mbah Sahal teguh memegang teguh Khittah NU 1926.
Saat menyampaikan pidato di hadapan ratusan hadirin yang memenuhi halaman madrasah, Ketua PBNU H Arvin Hakim menyatakan keyakinannya bahwa Yayasan Madrasah Minsyaul Wathon meski secara resmi bukan milik institusi NU, namun para pengurus dan gurunya pasti warga Nahdliyin.
“Apalagi orang Pati yang notabene ada Rais Aam Syuriah PBNU, yakni KH MA Sahal Mahfudh yang wafat tempo hari. Saya yakin semua yang hadir di sini adalah warga NU,” katanya disambut aplaus hadirin.
Oleh karenanya, Ketua Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini merasa perlu mengingatkan, dulu sebelum NU lahir para ulama telah melahirkan Tashwirul Afkar, Nahdlatut Tujjar, dan Nahdlatul Wathan. “Artinya, bahwa para kiai waktu itu sudah berpikir bagaimana warga NU itu pintar, kaya, sekaligus cinta tanah air. Jangan lupakan sejarah itu,” pungkasnya.
Penilaian tersebut diutarakan Ketua PBNU KH Arvin Hakim Thoha kepada NU Online usai berbicara pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Madrasah Minsyaul Wathon Grogolan-Dukuhseti-Pati, Jawa Tengah, Sabtu (25/1) siang.
Ia menambahkan, Mbah Sahal berpesan kepada dirinya agar pandai memilah antara urusan politik dengan urusan institusi NU. Bagi Rais Aam, organisasi NU tidak boleh dicampuradukkan dengan politik.
“Mbah Sahal konsisten dengan NU secara kelembagaan. Khittah ya khittah. Beliau sangat konsisten memegang pendapatnya meskipun kadang-kadang harus kalah,” ujarny.
Pada rapat terakhir di PBNU, lanjut Arvin, Mbah Sahal berpesan agar para pengurus NU tidak menggunakan institusi NU sebagai kendaraan politik dan alat untuk kampanye. Bagi pria asal Sarang Rembang ini, Mbah Sahal teguh memegang teguh Khittah NU 1926.
Saat menyampaikan pidato di hadapan ratusan hadirin yang memenuhi halaman madrasah, Ketua PBNU H Arvin Hakim menyatakan keyakinannya bahwa Yayasan Madrasah Minsyaul Wathon meski secara resmi bukan milik institusi NU, namun para pengurus dan gurunya pasti warga Nahdliyin.
“Apalagi orang Pati yang notabene ada Rais Aam Syuriah PBNU, yakni KH MA Sahal Mahfudh yang wafat tempo hari. Saya yakin semua yang hadir di sini adalah warga NU,” katanya disambut aplaus hadirin.
Oleh karenanya, Ketua Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini merasa perlu mengingatkan, dulu sebelum NU lahir para ulama telah melahirkan Tashwirul Afkar, Nahdlatut Tujjar, dan Nahdlatul Wathan. “Artinya, bahwa para kiai waktu itu sudah berpikir bagaimana warga NU itu pintar, kaya, sekaligus cinta tanah air. Jangan lupakan sejarah itu,” pungkasnya.
Sumber:
Keren blognya Mas.
BalasHapus