Rais Aam PBNU KH MA Sahal Mahfudh dikenal sebagai ulama yang memiliki dedikasi tinggi di bidang keilmuan. Kealiman Kiai Sahal di antaranya tercermin dari karya-karya ilmiah yang dihasilkan.
“Kita kehilangan tokoh, kiai yang alim. Kalau kita ingin tahu kealimannya, kita baca Thariqatul Hushul, syarah (penjelasan) Ghayatul Wushul karangan Abu Zakariyya al-Anshari, sehingga kita lebih mudah memahaminya,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Jumat (24/1).
Ghayatul Wushul yang merupakan kitab ushul fiqih karya ulama Syafiiyyah abad ke-9 H itu sebenarnya adalah syarah atas kitab Lubbul Ushul. Sehingga Thariqatul Hushul yang ditulis Kiai Sahal lebih tepat disebut hasyiyah (ulasan terhadap syarah) atas kitab Ghayatul Wushul.
Dalam pengantar karyanya ini, Kiai Sahal bercerita bahwa sekitar tahun 1380 H (1961 M), ia diminta rekan-rekannya sesama santri untuk mengajarkan kitab Ghoyatul Wushul. Waktu itu Kiai Sahal sedang belajar di Pesantren Sarang, Jawa Tengah.
Saat meminta izin kepada gurunya, Kiai Zubair bin Dahlan (ayah KH Maimun Zubair), ia tak hanya diberikan izin melainkan juga ijazah (sambungan sanad keilmuan). Kiai Sahal yang ketika itu berusia sekitar 24 tahun menuliskan banyak catatan penjelasan tentang isi kitab Ghayatul Wushul hingga akhirnya menjadi sebuah kitab setebal lebih dari 600 halaman seperti saat ini.
Kang Said, sapaan akrab KH Said Aqil Siroj, mengakui kepakaran Rais Aam PBNU itu. Menurut dia, Kiai Sahal adalah ulama berbobot yang teguh dalam berprinsip.
“Beliau adalah orang yang lurus, bersih, yang laa yakhafu law mata laim, tidak gentar dikritik, tidak gentar dicaci, dan tidak sombong ketika dipuji. Dan beliau selalu (menerapkan pernyataan) qulil haqqa wa law kana murran, katakanlah kebenaran walaupun itu pahit,” katanya.
“Kita kehilangan tokoh, kiai yang alim. Kalau kita ingin tahu kealimannya, kita baca Thariqatul Hushul, syarah (penjelasan) Ghayatul Wushul karangan Abu Zakariyya al-Anshari, sehingga kita lebih mudah memahaminya,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Jumat (24/1).
Ghayatul Wushul yang merupakan kitab ushul fiqih karya ulama Syafiiyyah abad ke-9 H itu sebenarnya adalah syarah atas kitab Lubbul Ushul. Sehingga Thariqatul Hushul yang ditulis Kiai Sahal lebih tepat disebut hasyiyah (ulasan terhadap syarah) atas kitab Ghayatul Wushul.
Dalam pengantar karyanya ini, Kiai Sahal bercerita bahwa sekitar tahun 1380 H (1961 M), ia diminta rekan-rekannya sesama santri untuk mengajarkan kitab Ghoyatul Wushul. Waktu itu Kiai Sahal sedang belajar di Pesantren Sarang, Jawa Tengah.
Saat meminta izin kepada gurunya, Kiai Zubair bin Dahlan (ayah KH Maimun Zubair), ia tak hanya diberikan izin melainkan juga ijazah (sambungan sanad keilmuan). Kiai Sahal yang ketika itu berusia sekitar 24 tahun menuliskan banyak catatan penjelasan tentang isi kitab Ghayatul Wushul hingga akhirnya menjadi sebuah kitab setebal lebih dari 600 halaman seperti saat ini.
Kang Said, sapaan akrab KH Said Aqil Siroj, mengakui kepakaran Rais Aam PBNU itu. Menurut dia, Kiai Sahal adalah ulama berbobot yang teguh dalam berprinsip.
“Beliau adalah orang yang lurus, bersih, yang laa yakhafu law mata laim, tidak gentar dikritik, tidak gentar dicaci, dan tidak sombong ketika dipuji. Dan beliau selalu (menerapkan pernyataan) qulil haqqa wa law kana murran, katakanlah kebenaran walaupun itu pahit,” katanya.
Sumber:
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !