Kiai Sahal Santri Kesayangan Syekh Yasin Bin Isa Alfadani - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » Kiai Sahal Santri Kesayangan Syekh Yasin Bin Isa Alfadani

Kiai Sahal Santri Kesayangan Syekh Yasin Bin Isa Alfadani

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Jumat, 24 Februari 2017 | 03.12



Tidak banyak kiai pesantren yang telaten menuangkan gagasannya secara rinci menjadi satu kitab berbahasa Arab. KH Sahal Mahfudh, Rois Aam PBNU adalah salah satu diantara yang tidak banyak itu. Syekh Yasin Al-Fadani adalah seorang gurunya yang tidak hanya mengajar dan menemaninya menulis, tetapi juga memberikan motivasi.

Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh adalah santri kelana biasa yang berpindah dari satu pesantren ke pesantren lain, berdiskusi dengan banyak kiai. Saat mondok di Pesantren Bendo, Pare, ia seringkali bermalam di Kedunglo Kediri dan berdiskusi secara intensif dengan seorang kiai di sana. Ia juga sering menghabiskan waktu dengan Kiai Bisri Syansuri di Jombang.

Perkelanaannya dilanjutkan ke Pesantren Sarang, berguru kepada Kiai Zubair. Salah satu kitab yang didiskusikan adalah Ghoyatul Wushul karya Syekh Zakariya Al-Anshori ulama syafiiyah abad 9 Hijriyah. Diskusi berlangsung secara intensif. Di sela menerima tamu ia diajak berdiskusi. Saat bepergian keluar kota, mereka mengendarai dokar dan diskusi pun berlanjut. Kiai Zubair juga senang membuat pancingan. Terjadilah perbincangan dan Kiai Sahal pun rajin membuat catatan (ta’liqat) dalam bahasa Arab.

Awal pertemuan dengan Syekh Yasin

Dalam acara pemberian ijazah hadits musalsal kepada Mutakharrijin 2007, Kiai Sahal menyampaikan pidatonya dengan menggunakan bahasa arab, bahasa yang selalu digunakan oleh Kiai Sahal ketika memberikan mauidhoh kepada santri-santri mutakharrijin, dan penggunaan bahasa arab ini mulai jarang diterapkan di pondok pesantren lain. Pemberian ijazah musalsal ini merupakan pemberian khusus yang disampaikan Kiai Sahal kepada santri-santri mutakharrijin.  

Hadits musalsal sendiri adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu perawi kepada perawi setelahnya dengan menggunakan satu sifat tertentu atau berupa perkataan ataupun berupa perbuatan tertentu, sehingga antara satu perawi dengan perawi setelahnya melakukan hal yang sama. Sanad hadits musalsal ini bersambung hingga Rasulullah Muhammad SAW.

Hadits musalsal yang diijazahkan ini, beliau dapatkan dari gurunya yaitu Syekh Yasin bin Isa al-Fadani, ulama keturunan Padang yang telah lama menetap di Makkah, dan Syekh Yasin adalah gurunya para Kiai Indonesia. Di saat sebelum pemberian ijazah musalsal ini, Kiai Sahal sempat menceritakan tentang kronologi bagaimana beliau mendapat hadits-hadits musalsal itu dari Syekh Yasin ulama ahli sanad asal Kota Padang tersebut.

Kisah Kiai Sahal mulai mengenal Syekh Yasin berawal dari beliau suka membaca karya-karya kitabnya Syekh Yasin. Ketika itu Kiai Sahal masih mondok di Sarang dibawah asuhan Kyai Zubair, ayahanda Mbah Maimun Zubair Sarang Rembang. Membaca karya-karyanya membuat Kiai Sahal ingin mengomentari pendapat Syekh Yasin dalam salah satu kitabnya. Sehingga Kiai Sahal terdorong untuk mengirim surat kepada Syekh Yasin yang pada waktu itu bermukim di Mekkah, dan mengomentarinya dengan argumentasi berdasarkan kitab yang beredar di Jawa. Satu surat berisi sekitar 3-4 lembar dengan tulisan berbahasa Arab.

Alangkah terkejutnya Kiai Sahal, ternyata surat yang beliau kirimkan dibalas oleh Syekh Yasin secara serius. Kata Kiai Sahal “Saya ini santri berkirim surat mengomentari pendapat beliau. Tidak dimarahi saja sudah untung,”. Namun nyatanya surat Kiai Sahal dibalas oleh Syekh Yasin, dan Kiai Sahal pun mengirim surat lagi, Syekh Yasin membalas lagi. Sehingga berlangsunglah murasalah (surat-menyurat) antara Syekh Yasin dan Kiai Sahal, dan terjadi dialog intensif jarak jauh. Surat-surat yang dikirimkan cukup panjang dan serius. Sepertinya ada perdebatan menarik dalam surat-surat itu. Dan saling kirim surat itu berlangsung selama sekitar satu setengah tahun.

Ada cerita dari Kiai Baidlowie Lasem, pada suatu ketika Kiai Baidlowie yang juga merupakan salah satu murid  Syekh Yasin menunaikan ibadah haji, disela-sela haji Kiai Baidlowie menyempatkan waktunya untuk bisa sowan kepada Syekh Yasin. Begitu sowan, Syekh Yasin bertanya kepada Kyai Baidlowie: Apa kamu mengenal Sahal?” tanya Syekh Yasin. Sahal siapa? Kiai Baidlowie ingin memastikan. “Sahal Mahfudh Kajen” jawab Syekh Yasin. Seketika itu Kiai Baidlowie terkejut, karena ulama besar sekelas Syekh Yasin menanyakan seorang santri yang masih remaja yang waktu itu masih mondok di Sarang. “Iya saya kenal Sahal Mahfudh,dia masih anak-anak dan masih belajar (nyantri)” jawab Kiai Baidlowie setengah tidak percaya. Syekh Yasin pun masih penasaran, “Apa benar Sahal putranya Syekh Mahfudh?” Tanya Syekh Yasin. “Iya Benar”.

 Ijazah bil Musabakah



Sesampainya di tanah air, Kiai Baidlowie menanyakan kepada Sahal, bagaimana kamu bisa mengenal Syekh Yasin?, Kiai Sahal pun bercerita bahwa dirinya kenal dengan Syekh Yasin hanya melalui surat menyurat dan belum pernah sekalipun bertemu pengarang kitab terkemuka itu.

Di sela-sela nyantri di Sarang, Kiai Sahal mendapatkan panggilan menuju baitullah dan inilah pengalaman Kiai Sahal pertama kalinya menunaikan ibadah haji. Saat itu, Kiai Sahal tercatat sebagai jamaah haji terakhir yang masih menggunakan kapal laut. Dibutuhkan 18 hari perjalanan laut untuk mencapai pelabuhan Jeddah.

Dalam surat terakhir yang dikirim Kiai Sahal kepada Syekh Yasin, beliau sempat memberikan kabar bahwa dirinya akan menunaikan ibadah haji. Saat tiba musim haji inilah Syekh Yasin berharap besar bisa bertemu dengan sosok Kiai Sahal. Syekh Yasin pun bergegas menuju pelabuhan di Jeddah untuk mencari Kiai Sahal. Setiap penumpang kapal yang turun, Syekh Yasin tak segan-segan untuk menanyai satu persatu. “Apakah kamu Sahal putra Kiai Mahfudh?, apakah kamu kenal dengan Sahal?, siapakah Sahal putra Kiai Mahfudh?” Tanya Syekh Yasin kepada setiap penumpang. Beberapa kali Syekh Yasin salah menebak karena memang keduanya tidak pernah bertemu dan bertatap muka, dan hanya tahu melalui surat menyurat.

Di saat giliran Kiai Sahal turun dari kapal, seseorang yang tak dikenalinya bertanya tepat di hadapan Kiai Sahal “Apakah kamu Sahal putra Kiai Mahfudh?, tiba-tiba saja seseorang itu langsung memeluk Kiai Sahal dan berkata “Saya Muhammad Yasin”. Rupanya ada jamaah yang sudah memberi tahu ciri-ciri Kiai Sahal kepada Syekh Yasin. Begitu tahu bahwa itu Syekh Yasin, Kiai Sahal seketika menjawab “Saya Muhammad Sahal bin Mahfudh”. Kiai Sahal pun memeluk kembali Syekh Yasin dengan penuh kebahagiaan, hingga akhirnya Syekh Yasin benar-benar bertemu dengan Kiai Sahal yang tak mengenal wajahnya sama sekali. Pertemuan keduanya terjadi pada 17 Januari 1968 saat musim haji.

Syekh Yasin pun mengajak Kiai Sahal ke sebuah restoran dan dalam pertemuan pertama tersebut, seketika Syekh Yasin mengijazahkannya sebuah hadits musalsal bil-awwaliyyah yang pertama kali beliau dengar dari ayahnya sekaligus gurunya yaitu Syekh Isa al-Fadani (Padang) dari guru ayahnya sampai perawi pertama yaitu Sahabat Abdullah bin 'Amr bin 'Ash hingga sampai ke Rasulullah Muhammad SAW. Hadits musalsal itu juga merupakan hadits pertama yang sahabat Abdullah dengar langsung dari Rasulullah. Berikut adalah haditsnya:

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِرْحَمُوا مَنْ فِي اْلأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Orang-orang yang berbelas kasih (kepada siapapun) akan disayang Tuhan Sang Maha Penyayang. Sayangilah semua makhluk yang ada di bumi, niscaya kamu semua akan disayangi semua makhluk di langit”.

Anehnya, Kiai Sahal yang mendengarkan hadits musalsal bil-awwaliyyah dari Syekh Yasin itu seketika hafal haditsnya. Kiai Sahal juga menceritakan keheranan dirinya ketika beliau diijazahi hadits musalsal bil-buka’ (hadits yang diriwayatkan sejak perawi pertama hingga perawi terakhir dalam keadaan menangis). Beliau heran sewaktu diijazahi, Syekh Yasin menangis dan Kiai Sahal pun tiba-tiba menangis. Guru dan murid benar-benar larut menyatu. Syekh Yasin menemukan murid yang sangat tepat untuk mewariskan ilmunya, begitupun Kiai Sahal menemukan guru yang benar-benar tepat untuk mencapai puncak keilmuannya.

Ijazah bil mushofahah



Setibanya di Makkah, Syekh Yasin segera mengundang Kiai Sahal untuk diminta tinggal di rumahnya. Setiap pagi Kiai Sahal sering diajak untuk ikut berbelanja ke pasar membeli kebutuhan Syekh Yasin. Dan setelah itu Kiai Sahal berkesempatan belajar dengan seorang ulama besar yang diseganinya itu selama dua bulanan. Dalam diskusi dan perdebatan, Syekh Yasin mendudukkan Kiai Sahal seperti teman diskusi. Barangkali ini tidak seperti kebiasaan kiai-santri di Jawa. Syekh Yasin sangat otoritatif tetapi pada satu sisi cukup egaliter.


Di rumah itu, Kiai Sahal sering diminta oleh Syekh Yasin untuk menjawab beberapa permasalahan hukum yang disampaikan oleh sejumlah jamaah yang mengunjungi rumah Syekh Yasin. Dengan kemampuan yang dimiliki Kiai Sahal semua pertanyaan yang diajukan dapat terjawab dengan gamblang dan sangat detail. Jawaban Kiai Sahal inilah memberikan kesan tersendiri bagi Syekh Yasin. Tidak sedikit diantara mereka yang membawa masalah fiqhiyyah untuk mendapatkan jawaban dari Kiai Sahal.

Dalam kurun waktu dua bulan pertemuan, Syekh Yasin mengijazahkan banyak kitab yang menginspirasi Kiai Sahal menulis banyak kitab. Dan ta’liqot yang ditulisnya saat belajar bersama Syekh Zubair pun didiskusikan kembali oleh Kiai Sahal kepada Syekh Yasin. Sehingga terkumpullah 500-an halaman dan telah dibukukan menjadi satu kitab bertajuk “Thoriqatul Husul”. Kitab ini sudah sampai ke Al-Azhar Mesir, menjadi rujukan para pengkaji ushul fiqih.

Menurut Kiai Sahal, Syekh Yasin adalah seorang yang alim, seorang yang sangat sederhana dan tidak ingin terkenal. Beliau membantu istri dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mencuci, memasak dan bahkan beliau sering pergi ke pasar untuk membeli keperluan rumah tangga. Seorang ulama internasional yang masyhur akan keilmuan dan pengetahuannya tentang agama ini memilih untuk hidup sederhana sebagaimana yang diajarkan Rasulullah. Dilihat dari fotonya saja terlihat bahwa beliau memang tidak suka hidup bermewah-mewah dunia. Justru dengan kesederhanaan inilah beliau dapat membaur dengan masyarakat, sehingga dapat mengabdi sepenuh hayat kepada masyarakat dengan tanpa sekat. Kesederhanaan Syekh Yasin inilah yang dalam bahasa Bung Karno "menitis" kepada Mbah Sahal.

Pada suatu ketika, Rasulullah bersabda kepada para sahabat (hadits ini dibacakan Abah Zaki sewaktu khuthbah Jum'at dimana Mbah Sahal disareaken): "Hidupku baik untuk kalian. (Karena) Aku bisa menceritakan sesuatu kepada kalian, begitupun kalian bisa menceritakan sesuatu padaku. Pun wafatku baik untuk kalian. (Karena) Semua amal kalian akan diperlihatkan padaku. Jika kalian berbuat baik, maka aku akan bersyukur kepada Tuhan. Dan jika kalian berbuat buruk, maka aku akan memintakan ampunan untuk kalian". Dalam benakku, Mbah Sahal pun demikian. Semua kelakuan santri-santri beliau akan diperlihatkan kepada beliau. Jika berkelakuan baik, akan didoakan semakin baik. Dan jika berkelakuan buruk, akan dimintakan ampunan dan tuntunan agar ditunjukkan kepada yang baik-baik. Semoga sejelek-jelek kita, Mbah Sahal masih mau mengakui kita sebagai santrinya. Lahul fatihah….
 
Sebuah Sya’ir Teruntuk Guru saya KH. M.A. Sahal Mahfudz

َشَيْخُنَا

مَعَ السَّلاَمَةِ فِي اَمَانِهِ شَيْخَناَ #  اَلله رَبِّ ارْحَمْ مُرَبِيّ رُوْحِنَا

عَيْنُ اْلمُحِبِّ بِالدُّمُوْعِ حَازِ نًا # رَوْعًا عَلىَ افْتِرَاقِ مَنْ قَدْ اَحْصَنَا    

رَ وَّ ضَناَ بِأُ سْوَ ةٍ مَحَا سِنَا #  شَرَ فَهُ الله فِي جِوَ ا رِ نَبِيِّنَا

وَ نَتَّبِعْ عَزْمَكَ وَ كُنْتَ مُتْقِنَا # اَ رِ حْ وَ نَوْ مًا كَا لْعَرُ وْ سِ آمِنَا     

فَاعْفُ اِذَا لَمْ تَرْضَ مِنْ اَعْمَالِنَا # دَ وْ مًا دُعَاءً رَبَّناَ اغْفِرْ شَيْخَنَا

Guruku

Selamat jalan guruku, selamat menikmati kehidupan baru dalam taman surga.
Air mata penuh cinta mengiringi senyumanmu menghadap Tuhanmu.
Engkau rawat kami dengan teladan yang indah.
Mohon ma’af jika kami tidak tumbuh seindah yang engkau bayangkan.
Canda tawamu akan selalu terkenang, istirahatlah senyaman pengantin, Semoga Tuhan selalu menyayangimu


Sumber:
1. Video ijazah musalsal mutakharrijin 2007
2. Buku "Kiai Sahal Sebuah Biografi"
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template