Tidak banyak kiai
pesantren yang telaten menuangkan gagasannya secara rinci menjadi satu kitab
berbahasa Arab. KH Sahal Mahfudh, Rois Aam PBNU adalah salah satu diantara yang
tidak banyak itu. Syekh Yasin Al-Fadani adalah seorang gurunya yang tidak hanya
mengajar dan menemaninya menulis, tetapi juga memberikan motivasi.
Muhammad Ahmad Sahal
Mahfudh adalah santri kelana biasa yang berpindah dari satu pesantren ke
pesantren lain, berdiskusi dengan banyak kiai. Saat mondok di Pesantren Bendo,
Pare, ia seringkali bermalam di Kedunglo Kediri dan berdiskusi secara intensif
dengan seorang kiai di sana. Ia juga sering menghabiskan waktu dengan Kiai
Bisri Syansuri di Jombang.
Perkelanaannya dilanjutkan
ke Pesantren Sarang, berguru kepada Kiai Zubair. Salah satu kitab yang
didiskusikan adalah Ghoyatul Wushul karya Syekh Zakariya Al-Anshori ulama
syafiiyah abad 9 Hijriyah. Diskusi berlangsung secara intensif. Di sela
menerima tamu ia diajak berdiskusi. Saat bepergian keluar kota, mereka
mengendarai dokar dan diskusi pun berlanjut. Kiai Zubair juga senang membuat
pancingan. Terjadilah perbincangan dan Kiai Sahal pun rajin membuat catatan (ta’liqat)
dalam bahasa Arab.
Awal pertemuan dengan Syekh Yasin
Dalam acara pemberian ijazah hadits musalsal kepada
Mutakharrijin 2007, Kiai Sahal menyampaikan pidatonya dengan menggunakan bahasa
arab, bahasa yang selalu digunakan oleh Kiai Sahal ketika memberikan mauidhoh
kepada santri-santri mutakharrijin, dan penggunaan bahasa arab ini mulai jarang
diterapkan di pondok pesantren lain. Pemberian ijazah musalsal ini merupakan pemberian
khusus yang disampaikan Kiai Sahal kepada santri-santri mutakharrijin.
Hadits musalsal sendiri adalah hadits yang diriwayatkan
oleh satu perawi kepada perawi setelahnya dengan menggunakan satu sifat tertentu
atau berupa perkataan ataupun berupa perbuatan tertentu, sehingga antara satu
perawi dengan perawi setelahnya melakukan hal yang sama. Sanad hadits musalsal
ini bersambung hingga Rasulullah Muhammad SAW.
Hadits musalsal yang diijazahkan ini, beliau
dapatkan dari gurunya yaitu Syekh Yasin bin Isa al-Fadani, ulama keturunan
Padang yang telah lama menetap di Makkah, dan Syekh Yasin adalah gurunya para Kiai
Indonesia. Di saat sebelum pemberian ijazah musalsal ini, Kiai Sahal sempat menceritakan
tentang kronologi bagaimana beliau mendapat hadits-hadits musalsal itu dari
Syekh Yasin ulama ahli sanad asal Kota Padang tersebut.
Kisah Kiai Sahal mulai mengenal Syekh Yasin berawal
dari beliau suka membaca karya-karya kitabnya Syekh Yasin. Ketika itu Kiai
Sahal masih mondok di Sarang dibawah asuhan Kyai Zubair, ayahanda Mbah Maimun
Zubair Sarang Rembang. Membaca karya-karyanya membuat Kiai Sahal ingin
mengomentari pendapat Syekh Yasin dalam salah satu kitabnya. Sehingga Kiai Sahal terdorong untuk mengirim
surat kepada Syekh Yasin yang pada waktu itu bermukim di Mekkah, dan mengomentarinya
dengan argumentasi berdasarkan kitab yang beredar di Jawa. Satu surat berisi
sekitar 3-4 lembar dengan tulisan berbahasa Arab.
Alangkah terkejutnya
Kiai Sahal, ternyata surat yang beliau kirimkan dibalas oleh Syekh Yasin secara
serius. Kata Kiai Sahal “Saya ini santri berkirim surat mengomentari pendapat
beliau. Tidak dimarahi saja sudah untung,”. Namun nyatanya surat Kiai Sahal
dibalas oleh Syekh Yasin, dan Kiai
Sahal pun mengirim surat lagi, Syekh Yasin membalas lagi. Sehingga berlangsunglah
murasalah (surat-menyurat) antara Syekh Yasin dan Kiai Sahal, dan terjadi dialog
intensif jarak jauh. Surat-surat yang dikirimkan cukup panjang dan serius.
Sepertinya ada perdebatan menarik dalam surat-surat itu. Dan saling kirim surat
itu berlangsung selama sekitar satu setengah tahun.
Ijazah bil Musabakah
Sesampainya di tanah
air, Kiai Baidlowie menanyakan
kepada Sahal, bagaimana kamu bisa mengenal Syekh Yasin?, Kiai Sahal pun
bercerita bahwa dirinya kenal dengan Syekh Yasin hanya melalui surat menyurat
dan belum pernah sekalipun bertemu pengarang kitab terkemuka itu.
Di sela-sela nyantri di Sarang, Kiai
Sahal mendapatkan panggilan menuju baitullah dan inilah pengalaman Kiai Sahal pertama
kalinya menunaikan ibadah haji. Saat itu, Kiai Sahal tercatat sebagai jamaah
haji terakhir yang masih menggunakan kapal laut. Dibutuhkan 18 hari perjalanan
laut untuk mencapai pelabuhan Jeddah.
Dalam surat terakhir
yang dikirim Kiai Sahal kepada Syekh Yasin, beliau sempat memberikan kabar bahwa dirinya akan
menunaikan ibadah haji. Saat tiba musim haji inilah Syekh Yasin berharap besar
bisa bertemu dengan sosok Kiai Sahal. Syekh Yasin pun bergegas menuju pelabuhan di Jeddah untuk mencari Kiai Sahal. Setiap penumpang kapal yang turun, Syekh Yasin tak
segan-segan untuk menanyai satu persatu. “Apakah kamu Sahal putra Kiai
Mahfudh?, apakah kamu kenal dengan Sahal?, siapakah Sahal putra Kiai Mahfudh?”
Tanya Syekh Yasin kepada setiap penumpang. Beberapa kali Syekh Yasin salah menebak
karena memang keduanya tidak pernah bertemu dan bertatap muka, dan hanya tahu
melalui surat menyurat.
Di saat giliran Kiai
Sahal turun dari kapal, seseorang yang tak dikenalinya bertanya tepat di
hadapan Kiai Sahal “Apakah kamu Sahal putra Kiai Mahfudh?, tiba-tiba saja
seseorang itu langsung memeluk Kiai Sahal dan berkata “Saya Muhammad Yasin”.
Rupanya ada jamaah yang sudah memberi tahu ciri-ciri Kiai Sahal kepada Syekh
Yasin. Begitu tahu bahwa itu Syekh Yasin, Kiai Sahal seketika menjawab “Saya Muhammad Sahal
bin Mahfudh”. Kiai Sahal pun memeluk kembali Syekh Yasin dengan penuh kebahagiaan,
hingga akhirnya Syekh Yasin benar-benar bertemu dengan Kiai Sahal yang
tak mengenal wajahnya sama sekali. Pertemuan keduanya terjadi pada 17 Januari 1968
saat musim haji.
Syekh Yasin pun mengajak Kiai
Sahal ke sebuah restoran dan dalam pertemuan pertama tersebut, seketika Syekh Yasin mengijazahkannya sebuah
hadits musalsal bil-awwaliyyah yang pertama kali beliau dengar dari ayahnya
sekaligus gurunya yaitu Syekh Isa al-Fadani (Padang) dari guru ayahnya sampai perawi pertama yaitu
Sahabat Abdullah bin 'Amr bin 'Ash hingga sampai ke Rasulullah Muhammad SAW. Hadits musalsal itu juga merupakan hadits
pertama yang sahabat Abdullah dengar langsung dari Rasulullah. Berikut adalah haditsnya:
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى إِرْحَمُوا مَنْ فِي اْلأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Orang-orang yang berbelas kasih (kepada siapapun)
akan disayang Tuhan Sang Maha Penyayang. Sayangilah semua makhluk yang ada di
bumi, niscaya kamu semua akan disayangi semua makhluk di langit”.
Ijazah bil mushofahah
Setibanya di Makkah, Syekh Yasin segera mengundang Kiai Sahal untuk
diminta tinggal di rumahnya. Setiap pagi Kiai Sahal sering diajak untuk ikut
berbelanja ke pasar membeli kebutuhan Syekh Yasin. Dan
setelah itu Kiai Sahal berkesempatan belajar dengan seorang ulama besar yang
diseganinya itu selama dua bulanan. Dalam diskusi dan perdebatan, Syekh Yasin
mendudukkan Kiai Sahal seperti teman diskusi. Barangkali ini tidak seperti
kebiasaan kiai-santri di Jawa. Syekh Yasin sangat otoritatif tetapi pada satu
sisi cukup egaliter.
Di rumah itu, Kiai Sahal sering diminta oleh Syekh Yasin untuk menjawab
beberapa permasalahan hukum yang disampaikan oleh sejumlah jamaah yang mengunjungi
rumah Syekh Yasin. Dengan kemampuan yang dimiliki Kiai Sahal semua pertanyaan
yang diajukan dapat terjawab dengan gamblang dan sangat detail. Jawaban Kiai
Sahal inilah memberikan kesan tersendiri bagi Syekh Yasin. Tidak sedikit diantara
mereka yang membawa masalah fiqhiyyah untuk mendapatkan jawaban dari Kiai
Sahal.
Dalam kurun
waktu dua bulan pertemuan, Syekh Yasin mengijazahkan banyak
kitab yang menginspirasi Kiai Sahal menulis banyak kitab. Dan ta’liqot
yang ditulisnya saat belajar bersama Syekh Zubair pun didiskusikan kembali oleh Kiai Sahal kepada Syekh Yasin. Sehingga terkumpullah
500-an halaman dan telah dibukukan menjadi satu kitab bertajuk “Thoriqatul Husul”.
Kitab ini sudah sampai ke Al-Azhar Mesir, menjadi rujukan para pengkaji ushul
fiqih.
Menurut Kiai Sahal, Syekh Yasin adalah seorang
yang alim, seorang yang sangat sederhana dan tidak ingin terkenal. Beliau membantu istri
dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mencuci, memasak dan bahkan beliau
sering pergi ke pasar untuk membeli keperluan rumah tangga. Seorang ulama
internasional yang masyhur akan keilmuan dan pengetahuannya tentang agama ini
memilih untuk hidup sederhana sebagaimana yang diajarkan Rasulullah. Dilihat
dari fotonya saja terlihat bahwa beliau memang tidak suka hidup bermewah-mewah
dunia. Justru dengan kesederhanaan inilah beliau dapat membaur dengan
masyarakat, sehingga dapat mengabdi sepenuh hayat kepada masyarakat dengan
tanpa sekat. Kesederhanaan Syekh Yasin inilah yang dalam bahasa Bung Karno
"menitis" kepada Mbah Sahal.
Sebuah Sya’ir Teruntuk Guru saya KH. M.A. Sahal Mahfudz
َشَيْخُنَا
مَعَ السَّلاَمَةِ فِي اَمَانِهِ شَيْخَناَ # اَلله رَبِّ ارْحَمْ مُرَبِيّ رُوْحِنَا
عَيْنُ اْلمُحِبِّ بِالدُّمُوْعِ حَازِ نًا # رَوْعًا عَلىَ افْتِرَاقِ مَنْ قَدْ اَحْصَنَا
رَ وَّ ضَناَ بِأُ سْوَ ةٍ مَحَا سِنَا # شَرَ فَهُ الله فِي جِوَ ا رِ نَبِيِّنَا
وَ نَتَّبِعْ عَزْمَكَ وَ كُنْتَ مُتْقِنَا # اَ رِ حْ وَ نَوْ مًا كَا لْعَرُ وْ سِ آمِنَا
فَاعْفُ اِذَا لَمْ تَرْضَ مِنْ اَعْمَالِنَا # دَ وْ مًا دُعَاءً رَبَّناَ اغْفِرْ شَيْخَنَا
Guruku
Selamat jalan guruku, selamat menikmati kehidupan baru dalam taman surga.
Air mata penuh cinta mengiringi senyumanmu menghadap Tuhanmu.
Engkau rawat kami dengan teladan yang indah.
Mohon ma’af jika kami tidak tumbuh seindah yang engkau bayangkan.
Canda tawamu akan selalu terkenang, istirahatlah senyaman pengantin, Semoga Tuhan selalu menyayangimu
َشَيْخُنَا
مَعَ السَّلاَمَةِ فِي اَمَانِهِ شَيْخَناَ # اَلله رَبِّ ارْحَمْ مُرَبِيّ رُوْحِنَا
عَيْنُ اْلمُحِبِّ بِالدُّمُوْعِ حَازِ نًا # رَوْعًا عَلىَ افْتِرَاقِ مَنْ قَدْ اَحْصَنَا
رَ وَّ ضَناَ بِأُ سْوَ ةٍ مَحَا سِنَا # شَرَ فَهُ الله فِي جِوَ ا رِ نَبِيِّنَا
وَ نَتَّبِعْ عَزْمَكَ وَ كُنْتَ مُتْقِنَا # اَ رِ حْ وَ نَوْ مًا كَا لْعَرُ وْ سِ آمِنَا
فَاعْفُ اِذَا لَمْ تَرْضَ مِنْ اَعْمَالِنَا # دَ وْ مًا دُعَاءً رَبَّناَ اغْفِرْ شَيْخَنَا
Guruku
Selamat jalan guruku, selamat menikmati kehidupan baru dalam taman surga.
Air mata penuh cinta mengiringi senyumanmu menghadap Tuhanmu.
Engkau rawat kami dengan teladan yang indah.
Mohon ma’af jika kami tidak tumbuh seindah yang engkau bayangkan.
Canda tawamu akan selalu terkenang, istirahatlah senyaman pengantin, Semoga Tuhan selalu menyayangimu
Sumber:
1. Video ijazah musalsal mutakharrijin 2007
2. Buku "Kiai Sahal Sebuah Biografi"
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !