Semenjak pagi setelah resmi mendengar kemangkatan beliau, dada serasa sesak, guruku satu persatu telah ditimbali kundur keharibaan Yang Maha Esa.
Mulai pagi ini pula, tulisan dan gambar tentang beliau beredar banyak sekali di medsos. Aku menahan diri tidak menulis. Namun aku baca seluruh tulisan yang muncul terkait beliau. Akhirnya, aku tidak kuat untuk tidak ikut meramaikan penulisan tentang beliau yang aku ketahui dan rasakan semenjak aku menjadi santri beliau.
Ingatan saya yang masih jelas tentang beliau adalah ketawadlu'an dan kesopanan santunan yang sudah menjadi bagian dari kehidupannya.
Saat aku di kelas 2 Aliyah, beliau mengampu Mustholah Hadist. Saat hataman diakhir tahun, beliau menangis didepan kelas, di hadapan kami sembari dawuh dalam bahasa khas Jawa Kajen medok yang maksudnya, "Aku tidak pantas mengajar kamu, karena aku tidak sesuai dengan kriteria sebagai seorang muallim karena itu, maafkan aku," demikian dawuh beliau di tengah isak tangisnya.
Peristiwa itu sudah terjadi di era tahun 1980-an saat beliau masih sebagai guru yang relatif masih muda, karena waktu itu masih ada generasi sepuh, semisal Romo Kiai Rifa'i Nasuha, Romo Kiai Hasir, juga masih ada Mbah Abdullah Salam.
Dan ternyata ajaran ketawadlu'an beliau masih tetap diajarkan ke saya saat beliau sudah memegang tongkat estafet kepemimpinan di Kajen pasca Mbah Sahal Mahfudz wafat.
Masih gamblang dalam ingatan saya, saat acara 1000 hari mbah Sahal. Ketika Mbah Nafi' ini rawuh di halaman depan rumah Mbah Sahal, beliau tidak mau pinarak didalam rumah bersama para kiai yang lain. Maka aku berusaha mendekati dan Sungkem ta'dzim dengan cara mushofahah, sembari aku matur; "diatur pinarak wonten lebet".
Jawaban beliau, merupakan hadiah ilmu yang sulit dinilai harganya bagiku, "masak aku pinarak di dalam, sementara sebentar lagi guruku rawuh, Mbah Maemun Zubair Sarang, ora pantas Yak," kata beliau.
(Ya Allah matur nuwun, telah Engkau karunia aku dengan Guru Mulia.)
Sehingga selama acara itu, beliau berdiri di depan ndalem Mbah Sahal memerankan diri sebagai penerima tamu, berjajar dengan adik beliau, Gus Zakki. Meskipun akhirnya Mbah Maemun -karena kondisi kesepuhannya,- tidak jadi hadir, Mbah Nafi' tetap menunggu di depan ndalem, sebagai bentuk ta'dzim terhadap sang Guru.
Ya Allah lapangkan jalan beliau menuju Ridla-Mu. Dan berkahi kami para santri dengan ketabahan untuk bisa mewarisi ilmu ilmunya.
Oleh: Abdullah Khoirzad, santri Mbah Nafi', Rais Syuriyah PCNU Kencong
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !