KH. NAFI' ABDILLAH DAN PREMAN - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » KH. NAFI' ABDILLAH DAN PREMAN

KH. NAFI' ABDILLAH DAN PREMAN

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Kamis, 23 Februari 2017 | 07.15


Kala itu di sekitar tahun 2003, saya mendapat amanat menjadi pengurus harian Pondok Pesantren PMH Pusat. Bagi saya pribadi, ini merupakan tahun yang indah, karena saya bisa sering sowan menghadap Pengasuh; Abah Nafi' Abdillah, mulai meminta tanda tangan beliau sampai urusan-urusan lain berkenaan permasalahan pondok.

Suatu siang di tahun itu, ada seorang tamu yang mengaku sebagai reserse polisi hendak sowan Abah. Karena pada siang itu Abah sedang mengajar Matole' banat, maka kemudian tamu tersebut mencari pengurus pondok.

Saya menemuinya, mempersilakan masuk kantor pondok. Belum sempat duduk, tamu tersebut langsung bertanya; "Mas, di pondok sini ada santri baru yang namanya Muchit?". 

Saya sedikit gemetar. Muchit, nama yang baru kemarin saya dengar sebagai seorang buronan kepolisian memang ada di sini. Kemarin, dia sowan langsung menghadap Abah dan berikrar untuk taubat dan berharap untuk diterima nyantri di sini. Nama Muchit sendiri di lingkungan kampung sekitar sini sudah cukup populer aksi kriminalnya. Pernah menjadi narapidana kasus pencurian sarang burung walet, kasus pembunuhan, pembacokan warga, dan tawuran antar kampung. Dan pada kasus yang sekarang, saya dengar dia habis membacok seorang kondektur bis, lantaran kondektur tersebut menolak memberi upeti jatah mabuk untuknya.

Sekarang jelas, bahwa tamu yang sedang mencarinya ini adalah seorang reserse polisi. "Saya tidak tahu Pak," jawab saya. "Betul tidak tahu mas?", tanyanya lagi. "Mungkin bapak lebih baik sowan langsung ke Abah nanti sore sepulang Abah mengajar", jawabku untuk menghindari pertanyaannya lebih lanjut. "Hati-hati ya mas, kalau kamu menyembunyikan seorang buronan, kamu juga nanti bisa ditahan", pesan pak polisi sebelum pamit.

Selepas pak polisi tersebut pergi, saya dengan cepat mencari Muchit. Ternyata dia sedang tidur siang di kamar pojok ndalem Abah. Terlihat dari baju yang tersibak, badannya yang penuh tato. Saya membangunkannya dan berpesan kepadanya untuk tidak keluyuran kemana-mana. "Kamu harus tetap berlindung di sini, sampai Abah yang nanti memutuskan permasalahanmu." Dia mengangguk dan mengucap terima kasih berulang-ulang.

Jam 5 sore, pintu depan ndalem Abah terbuka, pertanda bahwa Abah mempersilakan siapa saja yang hendak bertamu. Saya menunggu di depan, dan pak polisi datang tepat waktu. Saya mempersilakannya masuk ke ndalem. Menunggu sebentar, Abah miyos dan kami bersalaman. Saya mendekat Abah dan matur mengenai sosok tamu ini. Dan pak polisi menyambung menjelaskan maksud kedatangannya. 

Abah diam sejenak, lalu ngendikan, "Kalau seandainya dia (Muchid) biar tetap di sini dan saya yang akan mengurusnya, pripun?". Belum sempat pak polisi menjawab, Abah melanjutkan, "Biaya kasus, denda, dan tetek bengeknya pinten?".

Pak polisi terdiam. Sosok yang tadi siang saya kenal garang dan tegas, sekarang menjadi lembut dan santun, "Nggeh mpun pak yai, kulo ndere'ke mawon."

Abah tersenyum, sekejap masuk ke dalam dan keluar dengan menggenggam segepok uang dan memberikannya kepada pak polisi, "Monggo, ini biaya pengurusan Muchit". "Mboten usah pak yai, saya percaya panjenengan", jawab pak polisi.

Singkat cerita, pak polisi berpamitan, bersalaman, Abah memeluknya, pak polisi balas memeluk, sembari tersenyum.

Saya ikut berpamitan, ketika bersalaman, Abah berpesan,"Muchid diajari ngaji ya, mulai alif ba', sing sabar, iki amanat."

Keluar ndalem, saya masih terdiam dalam takjub. Abah Nafi', seluas itu samudera hati panjenengan, bahkan kepada seseorang yang oleh masyarakat telah dicap sebagai "sampah masyarakat", panjenengan bersedia menampungnya.

Senantiasa mengalir ke pangkuanmu, Abah Yai Nafi' Abdillah: al-Fatihah...

Oleh: Ustadz Moamar Elba
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template