Hukum Adzan Sebelum Mayit Dikubur - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » Hukum Adzan Sebelum Mayit Dikubur

Hukum Adzan Sebelum Mayit Dikubur

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Senin, 27 Februari 2017 | 13.49


Adzan merupakan salah satu perbuatan yang dianjurkan (disunnahkan) dalam agama. Karena di dalam adzan ada manfaat yang sangat besar, serta terkandung syi’ar agama islam. Ketika akan melaksanakan shalat, adzan dikumandangkan sebagai tanda masuknya waktu shalat. Dan salah satu kebiasaan yang berlaku di masyarakat adalah adzan setelah mayit diletakkan dalam kuburan. Bagaimanakah hukum adzan tersebut?

Dalam hal ini pendapat ulama terbagi menjadi dua bagian. Ada yang mengatakan dianjurkan (sunnah), dan ada yang berpendapat tidak dianjurkan (namun tidak dilarang). Pendapat yang mengatakan bahwa adzan itu sunnah karena disamakan pada adzan dan iqamah ketika anak baru lahir ke dunia. Sedangkan pendapat yang mengatakan tidak sunnah, hal itu didasarkan pada tidak adanya dalil dan perbuatan tersebut tidak pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW.

Berkaitan dengan ini ahli fiqih Ibnu Hajar al-Haitami berkata: 

قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ ، وَالْمَهْمُومِ ، وَالْمَصْرُوعِ ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ ، أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ ، وَهُوَ ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ (تحفة المحتاج في شرح المنهاج  - ج 5 / ص 51)

“Terkadang adzan disunahkan untuk selain salat, seperti adzan di telinga anak yang lahir, orang yang kesusahan, orang yang pingsan, orang yang marah, orang yang buruk etikanya baik manusia maupun hewan, saat pasukan berperang, ketika kebakaran, dikatakan juga ketika menurunkan mayit ke kubur, ini dikiaskan pada saat pertama datang ke dunia. Namun saya membantahnya di dalam kitab Syarah al-Ubab. Juga disunahkan saat kerasukan jin, berdasarkan hadis sahih, begitu pula adzan dan iqamah saat melakukan perjalanan” (Tuhfat al-Muhtaj 5/51)

Di kitab lainnya Ibnu Hajar secara khusus menjelaskan masalah ini:
( وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللَّهُ بِهِ بِمَا لَفْظُهُ مَا حُكْمُ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ عِنْدَ سَدِّ فَتْحِ اللَّحْدِ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ هُوَ بِدْعَةٌ وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ سُنَّةٌ عِنْدَ نُزُولِ الْقَبْرِ قِيَاسًا عَلَى نَدْبِهِمَا فِي الْمَوْلُودِ إلْحَاقًا لِخَاتِمَةِ الْأَمْرِ بِابْتِدَائِهِ فَلَمْ يُصِبْ وَأَيُّ جَامِعٍ بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ وَمُجَرَّدُ أَنَّ ذَاكَ فِي الِابْتِدَاءِ وَهَذَا فِي الِانْتِهَاءِ لَا يَقْتَضِي لُحُوقَهُ بِهِ . (الفتاوى الفقهية الكبرى  - ج 3 / ص 166)

“Ibnu Hajar ditanya: Apa hukum adzan dan iqamat saat menutup pintu liang lahat? Ibnu Hajar menjawab: Ini adalah bid’ah. Barangsiapa yang mengira bahwa adzan tersebut sunah ketika turun ke kubur, dengan dikiyaskan pada anak yang lahir, dengan persamaan akhir hidup dengan permulaan hidup, maka tidak benar. Dan dari segi apa persamaan keduanya? Kalau hanya antara permulaan dan akhir hidup tidak dapat disamakan” (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra 3/166)

Tentu yang dimaksud bid’ah disini bukan bid’ah yang sesat, sebab Ibnu Hajar ketika menyebut bid’ah pada umumnya menyebut dengan kalimat “al-Madzmumah”, atau “al-Munkarah” dan lainnya dalam kitab yang sama. Beliau hanya sekedar menyebut bid’ah karena di masa Rasulullah Saw memang tidak diamalkan.

Selain itu Syaikh Sulaiman al-Jamal berpendapat:
وَلَا يُنْدَبُ الْأَذَانُ عِنْدَ سَدِّهِ وِفَاقًا لِلَأْصْبَحِيِّ وَخِلَافًا لِبَعْضِهِمْ ا هـ . بِرْمَاوِيٌّ . (حاشية الجمل - ج 7 / ص 182)
“Tidak disunahkan adzan saat menutup liang lahat, sesuai dengan al-Ashbahi dan berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hasyiah asy-Jamal 3/171)

Syaikh Abu Bakar Syatha:
واعلم أنه لا يسن الاذان عند دخول القبر، خلافا لمن قال بنسبته قياسا لخروجه من الدنيا على دخوله فيها. قال ابن حجر: ورددته في شرح العباب، لكن إذا وافق إنزاله القبر أذان خفف عنه في السؤال. (إعانة الطالبين - ج 1 / ص 268)
“Ketahuilah bahwa tidak disunahkan adzan ketika masuk dalam kuburan, berbeda dengan ulama yang menganjurkannya, dengan dikiyaskan keluarnya dari dunia terhadap masuknya kea lam dunia (dilahirkan). Ibnu Hajar berkata: Tapi saya menolaknya dalam Syarah al-Ubab, namun jika menurunkan mayit ke kubur bertepatan dengan adzan, maka diringankan pertanyaan malaikat kepadanya” (Ianat ath-Thalibin 1/268)

Adzan Pertama Kali di Kubur
Sejauh referensi yang saya ketahui tentang awal mula melakukan adzan saat pemakaman adalah di abad ke 11 hijriyah berdasarkan ijtihad seorang ahli hadis di Syam Syria, sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh al-Muhibbi:
محمد بن محمد بن يوسف بن أحمد بن محمد الملقب شمس الدين الحموي الأصل الدمشقي المولد الميداني الشافعي عالم الشام ومحدثها وصدر علمائها الحافظ المتقن : وكانت وفته بالقولنج في وقت الضحى يوم الاثنين ثالث عشر ذي الحجة سنة ثلاث وثلاثين وألف وصلى عليه قبل صلاة العصر ودفن بمقبرة باب الصغير عند قبر والده ولما أنزل في قبره عمل المؤذنون ببدعته التي ابتدعها مدة سنوات بدمشق من افادته إياهم أن الأذان عند دفن الميت سنة وهو قول ضعيف ذهب إليه بعض المتأخرين ورده ابن حجر في العباب وغيره فأذنوا على قبره (خلاصة الأثر في أعيان القرن الحادي عشر – ج 3 / ص 32)

“Muhammad bin Muhammad bin Yusuf bin Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar Syamsuddin al-Hamawi, asalnya ad-Dimasyqi, kelahiran al-Midani, asy-Syafii, seorang yang alim di Syam, ahli hadis disana, pemuka ulama, al-hafidz yang kokoh. Beliau wafat di Qoulanj saat waktu Dhuha, hari Senin 13 Dzulhijjah 1033. Disalatkan sebelum Ashar dan dimakamkan di pemakaman ‘pintu kecil’ di dekat makam orang tuanya. Ketika janazahnya diturunkan ke kubur, para muadzin melakukan bid’ah yang mereka lakukan selama beberapa tahun di Damaskus, yang diampaikan oleh beliau (Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Yusuf) kepada mereka bahwa ‘adzan ketika pemakaman adalah sunah’. Ini adalah pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian ulama generasi akhir. Pendapat ini ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab al-Ubab dan lainnya, maka mereka melakukan adzan di kuburnya” (Khulashat al-Atsar 3/32)

Pendapat penengah
Al-Imam Sayyid ‘Alawi al-Maliki mencoba menjadi penengah dari dua pendapat tersebut. Beliau mengatakan dalam kitab Majmu’ Fatawi wa Rasa’il-nya:
اَلنَّوْعُ الثَّالِثُ: فِعْلُهُ فِي القَبْرِ بَعْدَ وَضْعِ المَيَّتِ فِيْهِ. وَهَذَا لَمْ يَثْبُتْ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِخُصُوْ صِهِ لَكِنْ قَالَ اْلأَصْبَحِيُّ: لَا أَعْلَمُ فِيْ ذَلِكَ خَبَرًا وَلَا أَثَرًا إِلَّا شَيْأً يُحْكَى عَنْ بَعْضِ     المُتَأَخِّرِيْنَ، قَاَل لَعَلَّهُ قِيْسَ عَلَى اسْتِحْبَابِ الْأَذَانِ وَلِإِقَامَةِ فِي أُذُنِ الْمَوْلُوْدِ وَكَأَنًّهُ يَقُوْلُ: اَلْوِلَادَةُ أَوَّلُ اْلخُرُوْجِ إِلَى الدُّنْيَا وَهذَا آخِرُ اْلخُرُوْجِ مِنْهَا. وَفِيْهِ ضُعْفٌ فَإِنَّ هَذَا لَا يَثْبُتُ إِلَّا بِتَوْ قِيْفٍ أَعْنِى تَخْصِيْصُ اْلأَ ذَانِ وَاْلإِقَامَةِ وَإِلَّا فَذِكْرُ اللهِ تَعَالَى مَحْبُوْبٌ عَلَى كُلِّ حَاٍل إِلَّافِى وَقْتِ قَضَا ءِ الحَاجَةِ. (مجموع فتاوي ورسا ئل ١١٣)
“ Bentuk adzan yang ketiga adalah adzan yang dilakukan setelah meletakkan mayit dalam kuburan. Perbuatan ini tidak pernah ada dalil khusus yang datang dari Rasulullah  SAW. Tapi al-Ashabi berkata, “Dalam hal itu saya tidak menjumpai sebuah kabar atau atsar kecuali dalil yang diceritakan oleh sebagian mutaakhkhirin. (Mereka mengatakan) mungkin perbuatan tersebut diqiyaskan pada kesunnahan adzan dan iqamah di telinga anak yang baru lahir. Seakan-akan mereka ingin mengatakan, bahwa kelahiran merupakan amal masuk ke dalam dunia, sedangkan kematian merupakan akhir keluar dari dunia. Pendapat seperti ini termasuk dha’if (lemah) karena mengkhususkan adzan dan iqamah tersebut merupakan tauqifi (perbuatan yang langsung diatur oleh Allah SWT). Namun (ada satu yang perlu diperhatikan) bahwa dzikir pada Allah SWT merupakan perbuatan yang sangat disenangi, kapan dan dimanapun, kecuali ketika qadha’ al-hajah (buang hajat).” (Majmu’ fatawi wa rasa’il, 113)

Dengan perkataan ini, beliau sebenarnya ingin mengatakan bahwa adzan pada waktu mayit diletakkan di dalam kuburan tidak dilarang. Perbuatan tersebut disunnahkan, namun bukan karna diqiaskan pada adzan pada anak yang baru lahir, tapi kesunahan tersebut diqiyaskan pada adzan dalam sholat, karena adzan dalam sholat itu hukumnya sunnah. Oleh sebab itu, berkaitan dengan mayit, pada hakekatnya mati itu menghadap sang kuasa, sama dengan sholat yang diibaratkan sedang menghadap sang khaliq, maka adzan dan iqamat sebelum mayit dikubur hukumnya sunnah, diqiyaskan adzan dan iqamat dalam sholat. 

Abdul Aziz Musaihi Ridwan.
Alumni Kajen

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template