Lawatan Grand Syaikh Al Azhar Dr. Ahmad Muhammad Ath Thayyib ke Indonesia memiliki kesan sekaliguskebanggaan tersendiri bagi para pelajar Indonesia yang pernah menimba ilmu di Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Mengingat hubungan Indonesia dengan Mesir sudah terjalin sejak abad ke-19 Masehi. Namun tahukah anda,siapa generasi pertama pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di universitas kelahiran 911 Masehi ini?
Dalam buku Jauh di Mata Dekat di Hati; Potret Hubungan Indonesia – Mesir terbitan KBRI Kairo, disebutkan bahwa pada tahun 1850-an di komplek Masjid Al Azhar telah dijumpai komunitas orang Indonesia. Hal ini ditunjukkandengan adanya Ruwak Jawi (hunian bagi orang Indonesia).Selain Ruwak Jawi, di masjid ini juga terdapat tiga Ruwaklain, yakni Ruwak Atrak (Turki), Ruwak Syami (Suriah) dan Ruwak Maghorobah (Maroko).
Salah satu pelajar pertama Indonesia yang tinggal di Mesir dan tercatat di buku terbitan tahun 2010 ini adalah KH Abdul Manan Dipomenggolo Tremas, kakek dari Syaikh Mahfudz Attarmasi.
KH Abdul Manan Dipomenggolo tinggal di Al Azhar Mesir sekitar tahun 1850 M. Selama di Negeri Piramid, beliau berguru kepada Grand Syeikh ke-19, Ibrahim Al Bajuri. Jadi wajar di tahun-tahun itu ditemukan kitab Fath al-Mubin,syarah dari kitab Umm al-Barahin yang merupakan kitab karangan Grand Syeikh Ibrahim Bajuri mulai dibaca di beberapa pesantren di Indonesia.
Pengembaraan KH Abdul Manan Dipomengolo dalam menuntut ilmu di timur tengah kelak diikuti oleh generasi selanjutnya, yaitu KH Abdullah (Putra KH Abdul Manan Dipomengolo), Syaikh Mahfudz Attarmasi, KH Dimyathi Tremas, KH Dahlan Al Falaki Tremas (Ketiganya kakak beradik, Putra KH Abdullah) yang menuntut ilmu di Makkah.
KH Abdul Manan Dipomengolo telah berhasil meletakkan batu landasan sebagai pangkal berpijak ke arah kemajuan dan kebesaran serta keharuman pondok pesantren di Nusantara. Kegigihannya dalam mendidik putra-putranya sehingga menjadi ulama-ulama yang tidak saja menguasai kitab-kitab yang dibaca, lebih dari itu, juga berhasil menyusun berbagai macam kitab dan memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan dunia Islam, seperti Syaikh Mahfudz, seorang ulama besar Nusantara, Malaysia, dan Thailand yang pernah menjadi imam Masjidil Haram dan pemegang sanad Shoheh Bukhori-Muslim.
Maka sangat wajar bila nama KH Abdul Manan Dipomengolo, pelajar Indonesia pertama di Al Azhar Mesir dan pendiri Pesantren Tremas disebut sebagai peretas jejaring intelectual chains generasi ulama-ulama nusantara.
Pionir Jaringan Ulama Nusantara
KH Abdul Manan Dipomenggolo merupakan sosok yang berjasa besar bagi Pondok Pesantren Tremas dan umat Islam Indonesia pada umumnya. Ia pendiri pertama Pondok Tremas Pacitan pada tahun 1830.
<>
Saat remaja, Kiai Abdul Manan belajar kepada KH Hasan Besari, Tegalsari Ponorogo, Jawa Timur. Usai mencari ilmu, ia mendirikan masjid dan pesantren di daerah Semanten Pacitan. Setelah berkeluarga dengan salah satu putri demang Tremas, ia kemudian memindahkan pesantrennya di Desa Tremas dan jadilah sampai sekarang Pondok Tremas Pacitan.
Pengasuh Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan KH Luqman Harist Dimyathi saat membacakan manaqib dalam rangka peringatan haul pendiri pesantren tersebut di area pemakaman masyayikh Pesantren Desa Semanten Pacitan, Selasa (26/08) sore, menjelaskan profil singkat KH Abdul Manan Dipomenggolo.
Menurut Gus Luqman, sapaan akrabnya, pada tahun 1850-an telah ada komunitas bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di Ruwaq Jawiy di Al-Azhar Kairo Mesir. Kiai Abdul Manan adalah generasi pertama orang Indonesia yang belajar di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Di sana ia berguru pada Syaikh Ibrahim Al-Bajuri.
“Dalam kitab Al-Ulama’ Al Mujaddidun karya Kiai Maimoen Zubair Sarang Rembang, Kiai Abdul Manan adalah salah seorang ulama Ahlussunnah yang pertama kali membawa, mengaji dan mempopulerkan kitab Ithaf Sadat Al-Muttaqin, yaitu syarah dari kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam al-Ghazali,” tambah Kiai Luqman Harist yang juga Wakil Ketua Tanfidziah PWNU Jawa Timur itu.
KH. Abdul Manan merupakan salah satu ulama yang menjadi salah satu pionir terbentuknya jaringan ulama Nusantara karena dari beliaulah lahir beberapa generasi salah satunya adalah Syaikh Mahfudz Attarmasi yang kelak menelurkan para murid di antaranya KH. Hasyim As’ari KH. Wahab Hasbullah dan KH. Bisri Syamsuri, yang kelak mendirikan Nahdlatul Ulama di tahun 1926. Ketiga kiai ini merupakan murid Syeikh Mahfud yang paling terkenal karena keilmuan dan kiprahnya di Indonesia.
Selain syaikh mahfudz, KH. Abdul Manan juga memiliki generasi yang membanggakan di antaranya adalah KH. Dimyati yang mempunyai banyak murid yang kelak menjadi ulama berpengaruh. Di antarnya KH. Ali Maksum Krapyak, KH. Muslih Abdurrohman Mranggen, KH. Abdul Hamid Pasuruan, Prof. Mukti Ali dan ulama lainya.
Selanjutnya KH. Abdurrozak yang menjadi Mursyid Thoriqoh Syadziliah yang mempunyai ribuan pengikut hingga saat ini serta yang terakhir KH. Dahlan yang menguasai Ilmu Falak yang menjadi menantu dari Kyai Soleh Darat Semarang.
Tidak berlebihan kiranya bahwa banyak yang mengakui sanad keilmuan ulama indonesia banyak yang diperoleh dari ulama dari Pesantren Tremas Pacitan ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sumber NU Online
<>
Saat remaja, Kiai Abdul Manan belajar kepada KH Hasan Besari, Tegalsari Ponorogo, Jawa Timur. Usai mencari ilmu, ia mendirikan masjid dan pesantren di daerah Semanten Pacitan. Setelah berkeluarga dengan salah satu putri demang Tremas, ia kemudian memindahkan pesantrennya di Desa Tremas dan jadilah sampai sekarang Pondok Tremas Pacitan.
Pengasuh Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan KH Luqman Harist Dimyathi saat membacakan manaqib dalam rangka peringatan haul pendiri pesantren tersebut di area pemakaman masyayikh Pesantren Desa Semanten Pacitan, Selasa (26/08) sore, menjelaskan profil singkat KH Abdul Manan Dipomenggolo.
Menurut Gus Luqman, sapaan akrabnya, pada tahun 1850-an telah ada komunitas bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di Ruwaq Jawiy di Al-Azhar Kairo Mesir. Kiai Abdul Manan adalah generasi pertama orang Indonesia yang belajar di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Di sana ia berguru pada Syaikh Ibrahim Al-Bajuri.
“Dalam kitab Al-Ulama’ Al Mujaddidun karya Kiai Maimoen Zubair Sarang Rembang, Kiai Abdul Manan adalah salah seorang ulama Ahlussunnah yang pertama kali membawa, mengaji dan mempopulerkan kitab Ithaf Sadat Al-Muttaqin, yaitu syarah dari kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam al-Ghazali,” tambah Kiai Luqman Harist yang juga Wakil Ketua Tanfidziah PWNU Jawa Timur itu.
KH. Abdul Manan merupakan salah satu ulama yang menjadi salah satu pionir terbentuknya jaringan ulama Nusantara karena dari beliaulah lahir beberapa generasi salah satunya adalah Syaikh Mahfudz Attarmasi yang kelak menelurkan para murid di antaranya KH. Hasyim As’ari KH. Wahab Hasbullah dan KH. Bisri Syamsuri, yang kelak mendirikan Nahdlatul Ulama di tahun 1926. Ketiga kiai ini merupakan murid Syeikh Mahfud yang paling terkenal karena keilmuan dan kiprahnya di Indonesia.
Selain syaikh mahfudz, KH. Abdul Manan juga memiliki generasi yang membanggakan di antaranya adalah KH. Dimyati yang mempunyai banyak murid yang kelak menjadi ulama berpengaruh. Di antarnya KH. Ali Maksum Krapyak, KH. Muslih Abdurrohman Mranggen, KH. Abdul Hamid Pasuruan, Prof. Mukti Ali dan ulama lainya.
Selanjutnya KH. Abdurrozak yang menjadi Mursyid Thoriqoh Syadziliah yang mempunyai ribuan pengikut hingga saat ini serta yang terakhir KH. Dahlan yang menguasai Ilmu Falak yang menjadi menantu dari Kyai Soleh Darat Semarang.
Tidak berlebihan kiranya bahwa banyak yang mengakui sanad keilmuan ulama indonesia banyak yang diperoleh dari ulama dari Pesantren Tremas Pacitan ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sumber NU Online
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !