Saat itu malam Kamis Legi, 24 September 2015/ 10 Dzul Hijjah 1436 H, setelah Isya di Musholla Al-Anwar ada takbiran. Para santri membaca takbir, dan ketika membaca:
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه، مخلصين له الدين، ولو كره الكافرون....
Tepatnya pada kalimat 'ولو كره الكافرو' sebagian dari mereka menambahi dengan
'ولو كره الكافرون، ولو كره المشركون، ولو كره المنافقون'
Syaikhuna yang waktu itu ada di ruang tamu mendengar hal itu, memanggil salah satu santri ndalem kemudian beliau mengatakan: “Cong, sing moco takbir kandani, lafale iku cukup ولو كره الكافرون, ojo muk tambahi ولو كره المنافقون".
(Nak, yang membaca takbir diberi tahu, lafadznya cukup ولو كره الكافرون, jangan ditambah ولو كره المنافقون)
Pada berbagai kesempatan, Kanthongumur (Santri ndalem Syaikhuna) bertanya tentang hal itu, dan Syaikhuna menjawab:
"Yen pengen nambahi yo cukup ditambah ولو كره المشركون. Kerono sing kewarid nang qur’an iku mung loro, yoiku ولو كره الكافرون karo ولو كره المشركون. Dene ولو كره المنافقون ora ono nang qur’an.
(Kalau ingin menambahi, cukup dengan ditambah ولو كره المشركون. Karena yang ada di dalam Al-Qur'an itu hanya dua, yaitu: ولو كره الكافرون karo ولو كره المشركون. Adapun ولو كره المنافقون tidak ada di Al-Qur'an.
"Wong munafiq iku senajan haqiqote wong kafir, namung mlebu barisane wong Islam lan ngetokake islame, kerono iku ojo dimungsuhi senajan gething. Yen dimungsuhi, lak podo dene mungsuhan karo podo islame", lanjut Syaikhuna. (Orang munafiq itu walaupun haqiqotnya orang kafir, namun masih termasuk barisan orang Islam dan mereka memperlihatkan islamnya, karena itu, jangan dimusuhi walaupun mereka memusuhi. Kalau dimusuhi, sama saja bermusuhan dengan sesama muslimnya).
Dalam berbagai kesempatan beliau mengatakan (tarjamah bahasa Indonesia):
"Al-Qur'an memang memerintahkan untuk berjihad dan keras terhadap orang kafir dan munafiq. Tetapi Nabi pun mempunyai politik sehingga raja-raja kafir pada zaman itu mengirimkan hadiah berupa unta, kuda, bighol dan himar. Bahkan raja mesir Muqowqis mengirimkan hadiah berupa wanita cantik, Maria Al-Qibthiyyah yang kemudian menjadi istri Nabi. Pernikahan ini menurunkan seorang putra bernama Ibrohim. Sedangkan orang munafiq, ketika mereka ikut dalam sebuah peperangan, seperti perang badar, peperangan itu dimenangkan oleh pihak muslimin. Sedangkan saat perang uhud, dan orang-orang munafiq mengundurkan diri tidak mengikuti perang, pihak muslimin mengalami kekalahan, walaupun awalnya menang. Hal itu pun disebabkan turunnya para pemanah dari bukit uhud, setelah melihat kemenangan dan mereka melihat ghonimah dan di saat sebagian sahabat mengatakan: "apakah tidak kami perangi orang-orang munafiq itu?", Nabi bersabda:
لو قاتلتهم لقالوا إن محمدا قاتل أصحابه
"Andaikan saya memerangi mereka, niscaya mereka berkata: sesungguhnya muhammad memerangi para shahabatnya".
Bahkan Abdulloh bin Ubay bin Salul, pemimpin orang munafiq, setelah meninggal digali kuburnya dan diluluri air liur Nabi serta dikafani dengan kain dari Nabi. Hal itu dijelaskan dalam kitab Syajarotul Maarif.
*)Source: Kanthongumur
Sarang, Selasa Legi, 30 Ramadan 1437 H/ 5 Juli 2016 M
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !