KH. Nafi' Abdillah: Dadio Wong Seng Duwe Akal - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » KH. Nafi' Abdillah: Dadio Wong Seng Duwe Akal

KH. Nafi' Abdillah: Dadio Wong Seng Duwe Akal

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Kamis, 23 Februari 2017 | 09.52

Pagi itu matahari mulai terasa membakar kulit saat pengumuman diadakan tausyiah bergema lewat pengeras suara yang terpasang di hampir setiap sudut gedung PIM. Para siswa langsung menempatkan diri di emperan kelas dan saling berebut tempat yang dianggap nyaman. Pengumuman kembali terdengar bahwa setiap siswa diharuskan menempatkan diri di gedung bagian utara (menghadap selatan). Jadilah terik yang menyengat itu benar-benar membuat sebagian siswa merasa gerah karena mendapat tempat yang kurang beruntung. Namun kegerahan itu mulai tereduksi saat sosok bersahaja KH. Nafi’ Abdillah rawuh untuk mengisi tausyiah rutin bulanan. Suasana benar-benar hening. Hanya ada suara kelotekan palu para tukang yang beradu dengan benda-benda keras yang memecah kekhusyukan para siswa yang dahaga akan kata-kata pembasuh jiwa.

“ Apa itu tausyiah?” Begitulah kata-kata yang dilontarkan Abah Nafi’ saat memulai tausyiahnya. Kemudian beliau menjelaskan mengenai wajibnya belajar bagi setiap muslimin dan muslimat. طلب العلم فريضة علي كل مسلم و مسلمة

Bahwa ilmu terdiri dari beberapa bagian, yaitu ilmu syari’ah dan hikmah. Dan wajib bagi kita untuk mencarinya.

“Yang disuruh tholabul ‘ilmi harus yang punya akal. Nek gak duwe akal yo ora wajib. Contone etok-etok loro,” dawuh Abah yang membuat sebagian besar siswa berinstropeksi. Dawuh beliau ini kemudian menjadi sebuah perbincangan di kalangan siswa khususnya kelas 3 Aly A yang kemudian membahas hingga dawuh KH. Abdullah Salam yang diceritakan bahwa beliau memberi batasan izin sakit seorang siswa. Yaitu ketika sakit itu benar-benar membahayakan dan membuat orang tersebut tidak bisa berjalan. ‘Nek iseh kuwat melaku yo wajib sekolah’.

Di keterangan selanjutnya Abah Nafi’ secara tersirat membahas kenakalan siswa. Beliau menjelaskan bahwa ada peraturan untuk murid untuk ditaati oleh murid. Seorang murid tidak boleh meniru para asatidz seperti membawa hp, sarungan dll dan hal lain yang sudah termaktub dalam TATIB siswa. Peraturan murid ya untuk murid dan peraturan guru ya untuk guru. Apabila ada siswa yang ingin melakukan apa yang dilakukan oleh guru dalam hal peraturan, seharusnya para siswa tersebut berinstropeksi sejauh mana mereka bisa menyamai kadar para asatidz.

اذا صارت هكذا فليأكل شاء

Dimisalkan apabila guru terlambat maka siswa harus mempelajari kenapa guru belum atau tidak masuk. Bukannya berprasangka buruk (su’dzon) atau bahkan menyepelekan. Manusia diberkati akal. Sebagai orang yang berakal sudah seharusnya siswa dapat berpikir. Karena peraturan merupakan sarana untuk mendapat ilmu (yang bermanfaat). Insya Allah.

Dalam kenyataannya, kenakalan siswa semakin tahun cenderung meningkat. Bahkan di tahun ini merupakan rekor pemanggilan wali murid dalam beberapa tahun belakangan. Hal ini pula yang sempat menjadi topik hangat. Siapa yang salah atas kenakalan siswa? Salah seorang guru mengatakan itu bukan seratus persen kesalahan siswa. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya semisal faktor lingkungan dan keluarga. Untuk itu dibutuhkan kerja sama berbagai pihak guna menanggulangi kemerosotan moral para siswa. Hubungan erat tiga elemen (tripartit) pendidikan; keluarga, sekolah, dan lingkungan perlu ditingkatkan guna membentuk karakter pribadi yang diharapkan. Yakni menjadi insan yang sholih dan akrom.

“ Seng ora naati peraturan mugo-mugo edan seteruse,” lontar Abah Nafi’ bernada gurau. Tak satupun siswa yang mengamini ucapan beliau. Namun siswa akhirnya mengamini setelah Abah mengatakan para siswa tidak berani mengamini berarti masih mempunyai niat untuk melanggar peraturan.

“ Rak ketok edane tapi sepenake dewe. Contone poine akeh.” Ikrar itu juga menandai bahwa siswa punya keinginan untuk menjadi seorang tholabul ilmi yang berakhlakul karimah.

Terakhir Abah Nafi’ berpesan agar para murid tidak membuat izin fiktif karena hal itu bisa menjadi keresahan di dalam hati. Lebih dari itu, pembuatan izin fiktif (semisal sakit) malah bisa kembali kepada diri sendiri. Karena izin fiktif termasuk dalam kategori maksiat. Dan maksiat membuat rasa tidak enak di hati.

Semoga apa yang beliau sampaikan bermanfaat bagi kita semua. Dan apabila ada teman pembaca yang mendapat kejanggalan atas tulisan ini, kami dari seksi dokumentasi berharap akan ada pembenahan dan penyempurnaan. Terima kasih. (Sarjoko.Red)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template