Menambahkan Nama Suami Dibelakang Nama Istri Itu Hukumnya Boleh - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » Menambahkan Nama Suami Dibelakang Nama Istri Itu Hukumnya Boleh

Menambahkan Nama Suami Dibelakang Nama Istri Itu Hukumnya Boleh

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Jumat, 24 Maret 2017 | 13.44


Di masyarakat kita telah dikenal menyebut nama suami di belakang nama istri. Seperti misalnya Iriana Widodo, Ani Yudoyono dan sebagainya, bahkan nama-nama ibu nyai di Pesantren pun juga menyertakan nama suami, bukan nama orang tuanya. Misalnya Nyai Sholihah, Nafisah Sahal dan lain-lain.

Sayangnya banyak orang-orang sekarang mudah percaya dengan bacaan-bacaan yang didapatkan dari hasil broadcast BBM, WA, maupun media lain, yang tidak diketahui sumbernya. Sehingga dengan mudahnya disebarkan ke group-group, yang menurutnya sesuatu yang sudah benar. Mestinya kalo tidak tahu masalah agama harusnya tanya atau ditanyakan dulu kepada orang yang paham rujukan dalam hukum islam. 

Jika melihat pada fatwa-fatwa wahabi atau HTI mengenai hukum menyebut nama suami di belakang nama istri yang banyak beredar di dunia maya dan diikuti para pengikut copy paste-nya langsung memvonis haram. Karena dianggap mengganti nasab dari orang tuanya ke suaminya. Mereka berdalil dengan hadis berikut:

عَنْ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ

“Barang siapa menisbatkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga” (Kitab Shahih Bukhari jilid 4 hadits no. 6766)

Dan juga hadist dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:

لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلَّا كَفَرَ، وَمَنِ ادَّعَى مَا ليْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا، وَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ 

“Tidaklah seseorang menyandarkan nasab kepada selain ayahnya, sedang dia mengetahuinya, melainkan dia telah kafir. Barang siapa yang mengaku-ngaku sesuatu yang bukan haknya maka dia bukan dari golongan kami, dan hendaklah ia bersiap-siap untuk menempati tempat duduknya di Neraka. (Muttafaq ‘alaih)

Hadisnya memang sahih, namun pemahamannya yang perlu disahihkan. Sebab yang dimaksud dalam hadis di atas menurut Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Bari mengatakan :

ﻭﺇﻧﻤﺎ اﻟﻤﺮاﺩ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺗﺤﻮﻝ ﻋﻦ ﻧﺴﺒﻪ ﻷﺑﻴﻪ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺃﺑﻴﻪ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻋﺎﻣﺪا ﻣﺨﺘﺎﺭا ﻭﻛﺎﻧﻮا ﻓﻲ اﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ ﻻ ﻳﺴﺘﻨﻜﺮﻭﻥ ﺃﻥ ﻳﺘﺒﻨﻰ اﻟﺮﺟﻞ ﻭﻟﺪ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﻳﺼﻴﺮ اﻟﻮﻟﺪ ﻳﻨﺴﺐ ﺇﻟﻰ اﻟﺬﻱ ﺗﺒﻨﺎﻩ ﺣﺘﻰ ﻧﺰﻝ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ "اﺩﻋﻮﻫﻢ ﻵﺑﺎﺋﻬﻢ" وقوله سبحانه وتعالى "ﻭﻣﺎ ﺟﻌﻞ ﺃﺩﻋﻴﺎءﻛﻢ ﺃﺑﻨﺎءﻛﻢ" ﻓﻨﺴﺐ ﻛﻞ ﻣﻨﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﺃﺑﻴﻪ اﻟﺤﻘﻴقي وترك الانتساب إلى من تبناه

"Yang dimaksud dalam hadis ini adalah orang yang berpindah dari nasab bapaknya ke nasab selain bapaknya secara sadar, sengaja dan tidak dipaksa. Mereka di zaman Jahiliyah tidak mengingkari penisbatan seorang anak kepada orang lain. Dan seorang anak dinasabkan kepada orang tua adopsi, hingga Allah berfirman: "Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.." (Al-'Aĥzāb :5) dan ayat: " ... Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri)" (Al-'Aĥzāb : 4). Maka setelah itu setiap dari mereka menasabkan anaknya kepada orang tua aslinya dan meninggalkan praktik menasabkan pada orang yang mengadopsinya. (Fath al-Bari Syarah Sahih al-Bukhari 12/55)

Selain hadis di atas dalil untuk mendasarkan haramnya menambah nama suami pada istri adalah firman Allah Swt yang berbunyi:

ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ

“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka) sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. (QS. Al-Ahzab :5)

Jika kita cermati ayat maupun hadits-hadits diatas sebenarnya tidak ada hubungannya dengan menambah nama suami di belakang nama istri, yang dimaksud ayat dan hadits diatas adalah pembahasan tentang mengadopsi anak dan kemudian anak itu dinasabkan kepada ayah angkatnya. Hukum menasabkan seperti inilah yang tidak diperbolehkan dalam islam.

Adapun menyandarkan nama suami dibelakang nama istri menurut mufti Mesir Syekh Ali Jum'ah diperbolehkan dan bahkan dapat menjadikan identitas seseorang tersebut.

Pemberian identitas seperti itu bersifat fleksibel, dan salah satunya dengan hubungan pernikahan, sebagaimana Alloh menyebut nama-nama istri nabi, seperti yang terdapat pada ayat :

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ

"Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir". (Q.S. At-Tahrim : 10)

Dalam ayat di atas disebutkan : " اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَاِمْرَأَةَ لُوطٍ /imra'atu Nuh dan imra'atu Luth". Ada juga dalam ayat lain menyebutkan: " اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ /imra'atu Fir'aun" (at-Tahrîm: 11).

Makna asli imra'ah adalah perempuan, sehingga makna asli dari kata-kata tersebut adalah "perempuan Nuh", "perempuan Luth" dan "perempuan Fir'aun". Namun ketika kata "perempuan" ini disandingkan dengan nama lelaki yang merupakan suaminya, maka maksudnya adalah istrinya.

Dalam sebuah yang diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri radliyallahu a’nhu, dikisahkan:

أَنَّ زَيْنَبَ امْرَأَةَ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا جَاءَتْ تَسْتَأْذِنُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْكَ، فَقَالَ: أَيُّ الزَّيَانِبِ؟ فَقِيَلَ: امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: نَعَمْ؛ ائْذَنُوا لَهَا, فَأُذِنَ لَهَا

Zainab istri Ibnu Mas'ud datang kepada beliau dan meminta izin untuk bertemu. Lalu salah seorang yang ada di rumah berkata, "Wahai Rasulullah, Zainab meminta izin untuk bertemu." "Zainab siapa?" tanya beliau. "امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ/istri Ibnu Mas'ud." Lalu beliau berkata, "Ya, persilahkan dia masuk."

Jadi jelas kesimpulannya bahwa mencantumkan nama suami dibelakang nama istrinya hukumnya boleh, yang tidak boleh adalah menisbatkan / menasabkan (diri sendiri atau diri orang lain) pada selain ayah, sedangkan penambahan nama suami di belakang nama istri bukan yang dimaksud dalam pelarangan ini.

Sebab kita tahu, bahwa dalam penyertaan nama suami di belakang nama istri di atas bukan untuk menjadikan istri sebagai anak nasab pada suaminya, karena tidak menggunakan semisal kalimat Iriana biti Widodo, Ani Binti Yudoyono dan Tien Binti Soeharto. Namun mengenalkan bahwa Iriana adalah istri Widodo, Ani adalah istri Yudoyono, Bu Tien adalaha istri Soeharto dan sebagainya.

Sebagaimana penyebutan nama-nama Ibu nyai pesantren yang menisbatkan nama suaminya. Karena hal itu hanya merupakan penjelas identitas saja (min bab at-ta'rif /من باب التعريف).

Semoga kita selalu mendapatkan lindungan dari Allah Swt dari berbagai permasalahan yang tidak benar dan semoga Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang tidak tahu. 

Wallahu a’lam bis-Showab.

Lihat Lembaga Fatwa Mesir, Fatwa No. 152, Tanggal 27/10/2008

إضافة لقب عائلة الزوج إلى اسم الزوجة

إلى أن قال- وباب التعريف واسع؛ فقد يكون بالولاء كما في: عكرمة مولى ابن عباس، وقد يكون بالحرفة كما في: الغزالي، وقد يكون باللقب أو الكنية، كالأعرج والجاحظ وأبي محمد الأعمش، وقد يُنسَب إلى أمه مع معرفة أبيه كما في: إسماعيل ابن عُلَيَّة، وقد يكون بالزوجية كما ورد في القرآن من تعريف المرأة بإضافتها إلى زوجها في مثل قوله تعالى: ﴿امْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ﴾ [التحريم: 10]، ﴿امْرَأَةَ فِرْعَوْنَ﴾ [التحريم: 11

وقد روى البخاري ومسلم من حديث

 أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أَنَّ زَيْنَبَ امْرَأَةَ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا جَاءَتْ تَسْتَأْذِنُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْكَ، فَقَالَ: أَيُّ الزَّيَانِِبِ؟ فَقِيَلَ: امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: نَعَمْ؛ ائْذَنُوا لَهَا, فَأُذِنَ لَهَا

والمحظور في الشرع إنما هو انتساب الإنسان إلى غير أبيه بلفظ البنوة أو ما يدل عليها، لا مطلق النسبة والتعريف، وقد يشيع بعض هذه الأشكال من التعريف في بعض الأماكن أو في بعض الأحوال ويغلب في الإطلاق حتى يصير عُرفًا، ولا حَرج في ذلك ما دام لا يوهم الانتساب الذي يأباه الشرع، وهو الانتساب بلفظ البنوة أو معناها إلى غير الأب

Disimpulkan oleh Abdul Aziz Musaehi Ridwan.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template