Home »
Ke - NU - an
» Perempuan Tangguh dan Inspiratif Nahdlatul Ulama (2)
Perempuan Tangguh dan Inspiratif Nahdlatul Ulama (2)
Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Rabu, 08 Maret 2017 | 11.23
Nyai Khoiriyah Hasyim: Perempuan Pesantren yang Mendunia dan
Inspirasi Muslimat Indonesia.
Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim dilahirkan pada tahun 1908 M (1326 H) di Tebuireng, Jombang. Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim merupakan puteri pertama dari Hadratus Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari dan Nyai Hj. Nafiqoh. Dengan demikian, Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim adalah kakak kandung dari K.H. A. Wahid Hasyim, Menteri Agama RI pertama dan bibi dari Gus Dur dan K.H. Sholahudin Wahid.
Jika ditelusuri nasabnya lebih jauh, maka garis keturunan Nyai khoiriyah baik dari ibu maupun ayahnya, keduanya bertemu pada Lembu Peteng (Brawijaya VI). Dari pihak ayah melalui Joko Tingkir sedangkan dari pihak ibu dari Kyai Ageng Tarub I.
Ketika Nyai Khoiriyah masih anak-anak, ia tidak diperbolehkan bersekolah di madrasah atau mondok di luar pondok ayahnya, sebagaimana saudara laki-lakinya. Tetapi Nyai Khoiriyah tidak menyiakan kesempatan mendengarkan ayahnya sedang mengaji kepada santrinya. Sesuai situasi saat itu, Nyai Khoiriyah sebagai anak perempuan menjalani pendidikan tidak selayaknya anak laki-laki. Berbeda dengan adik kandungya yang laki-laki, Wahid Hasyim, Karim Hasyim, dan Kholiq Hasyim. Mereka mencari ilmu dengan mengembara dari pesantren ke pesantren. Sementara Nyai Khoiriyah mendapat didikan langsung dari ayahnya.
Pada umur 13 tahun Nyai Khoiriyah Hasyim sudah terlihat dewasa. Maka dari itulah ayahnya lantas menikahkan dengan salah seorang santrinya yang pandai dan alim, yakni; KH. Ma’sum Ali, santri asal Maskumbambang, Gresik. Beliau merupakan salah satu santri senior Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng.
Suami Nyai Khoiriyah dikenal pandai dan alim. Ahli dibidang ilmu falak, ilmu sharaf, dan ilmu lainnya. Kitab Amtsilatu Tasrifiyah yang selalu menjadi pegangan dan pedoman para santri di seluruh pesantren di Indonesia merupakan karya suami Nyai Khoiriyah.
Setelah menikah dengan KH. Maksum Ali, Nyai Khoiriyah Hasyim menempati rumah sederhana di dusun seblak.
Jaraknya sekitat 300 Meter ke arah barat dari Pesantren Tebuireng. Ayahnya mendorong keduanya untuk mendirikan sebuah pesantren. Maka di atas tanah yang ditinggali berdirilah sebuah pondok pesantren. Kondisi desa tersebut sama seperti daerah Tebuireng tempo dulu, dimana masyarakatnya belum tercerahkan. Keamanan juga belum sepenuhnya dapat dirasakan. Namun tak merasa terusik sedikitpun dan mengurangi keharmonisan dalam perjalanan kehidupan keluarga saban harinya. Susah senang dan berjuang bersama membangun keuarga dan pesantrennya dijalani dengan ikhlas, tanggungjawab dan mandiri .
Sepeninggal KH. Maksum Ali Tahun 1933 roda kepemimpinan diambil alih oleh Nyai Khoiriyah. Dengan bekal ilmu yang diperolehnya Nyai Khoiriyah mampu melanjutkan kepemimpinan pondok pesantren Seblak. Selanjutnya ia menyadari bahwa ilmunya harus diturunkan kepada kedua putrinya yaitu Abidah dan Jamilah, agar mampu meneruskan perjuangan pondok pesantren Seblak.
Pada tahun 1938 Nyai Khoiriyah Hasyim di persunting oleh KH. Muhaimin. Seorang kiai yang cakap ilmu dan alim. Beliau berasal dari Lasem Jawa Tengah. Suaminya merupakan kepala Madrasah Darul Ulum di Makkah. Setelah menikah maka Nyai Khoiriyah pun meninggkalkan kampung halaman. Beliau tinggal di Makkah bersama suaminya.
Kepemimpinan pondok pesantren Seblak diserahkan kepada putrinya, Nyai 'Abidah Maksum dan suaminya KH. Mahfudz Anwar.
Selama di Makkah, beliau melibatkan diri dalam dunia pendidikan. Bahkan, mendirikan lembaga pendidikan bagi kaum perempuan yakni, Madrasatul Bannat. Tentunya menjadi salah satu sosok perempuan pesantren pertama yang menjadi orang besar dan berpengaruh di tanah suci. Jika dari golongan laki_laki sudah sering kita dengar dari Nusantara yang menjadi guru besar di tanah arab, seperti Syekh Yasin al fadani.
Pertanyaan yang kemudian mengganggu pikiran kita, kenapa namannya kurang familiar dikalangan masyarakat Indonesia, bahkan mungkin masyarakat pesantren, kontras dengan Kartini. Seorang tokoh perempuan dari Jepara yang selalu di peringati pada bulan April dalam saban tahunnya.
Di Makkah kehidupan Nyai Khoriyah Hasyim kembali menemui jalan pahit dan getir. Dimana suami yang begitu dicintai dan disayangi kembali meninggalkannya. Dua lelaki hebat yang pernah bersanding dengannya selalu diambil sang Maha Hidup lebih dahulu. Setelah, Kiai Muhaimin wafat pada tahun 1956 Nyai Khairiyah pun tetap sabar menerima semuanya dengan ikhlas. Mengingat, semua adalah milik Allah. Kapanpun dan dimanapun seseorang harus siap terhadap segala apa yang dipunyai akan diambil yang Maha Kuasa cepat atau lambat. Selama 20 tahun lebih beliau hidup di Makkah, tentu bukan waktu yang singkat.
Atas kegigihan dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan di Mekah itulah, kemudian Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim diundang oleh Raja Arab Saudi dan diberikan penghargaan khusus yang berupa sebuah cincin. Hingga saat ini, madrasah serupa belum pernah didirikan di negara Arab Saudi tersebut.
Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim kemudian kembali ke tanah air atas saran Ir. Soekarno (Presiden RI) ketika berkunjung ke Mekah, bahwa Indonesia sangat membutuhkan orang-orang berdedikasi tinggi seperti Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim untuk membangun negara yang baru merdeka tersebut.
Setelah sampai di Tebuireng, pada tahun 1957 Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim memimpin kembali Pesantren Puteri Seblak setelah K.H. Mahfudz Anwar memilih berkonsentrasi untuk mengasuh Pesantren Sunan Ampel di Jombang.
Pada tahun 1970, dikarenakan kesehatan yang mulai menurun dan atas saran dr. Soediyoto, Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim kemudian berpindah ke Surabaya. Selama di Kota Pahlawan ini, Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim pernah menjadi Dewan Penasihat Taman Pendidikan Puteri (TPP) Khadijah, Pengurus Yayasan Masjid Rahmat (Yasmara) Kembang Kuning, Pimpinan Wilayah (PW) Muslimat NU Jawa Timur dan sebagainya.
Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim meninggal dunia di RSUD Jombang pada hari Sabtu tanggal 2 Juli 1983 M (21 Ramadhan 1404 H).
Lokasi Dusun Seblak, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang – Jawa Timur.
--
Nyai Khairiyah merupakan salah satu representasi dari kaum hawa yang berasal dari pesantren. sosok penuh keteladanan bagi kaum perempuan Indonesia.
---
dari berbagai sumber
kategori:
Ke - NU - an
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !