Kelahiran NU di Balik Tongkat dan Tasbih Mbah Cholil Bangkalan - JIHAD ILMIAH
Headlines News :
Home » » Kelahiran NU di Balik Tongkat dan Tasbih Mbah Cholil Bangkalan

Kelahiran NU di Balik Tongkat dan Tasbih Mbah Cholil Bangkalan

Written By Guruku Kyai Bukan Mbah Google on Kamis, 06 April 2017 | 01.39


Di berbagai literatur yang menjelaskan tentang sejarah pendirian Nahdlatul Ulama (NU), KH Cholil Bangkalan Madura (1820-1923) mempunyai peran strategis. Peran tersebut terjadi ketika KH Muhammad Hasyim Asy’ari (1875-1947) hendak meminta petunjuk kepada Mbah Cholil terkait gagasan para kiai pesantren untuk mendirikan sebuah organisasi ulama.

Kala itu, KH Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971) sekitar tahun 1924 menggagas pendirian Jam’iyyah NU yang langsung disampaikan kepada Mbah Hasyim Asy’ari untuk meminta persetujuan. Namun, Mbah Hasyim tidak lantas menyetujui terlebih dahulu sebelum ia melakukan sholat istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT.

Sikap bijaksana dan kehati-hatian Mbah Hasyim dalam menyambut permintaan Mbah Wahab juga dilandasi oleh berbagai hal, di antaranya posisi Mbah Hasyim saat itu lebih dikenal sebagai Bapak Umat Islam Indonesia (Jawa). Mbah Hasyim juga menjadi tempat meminta nasihat bagi para tokoh pergerakan nasional. Sehingga ide untuk mendirikan sebuah organisasi harus dikaji secara mendalam.

Hasil dari istikharah Mbah Hasyim dikisahkan oleh KH Raden As’ad Syamsul Arifin (1897-1990), Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Asembagus, Situbondo. Mbah As’ad mengungkapkan, petunjuk hasil dari istikharah Mbah Hasyim justru tidak jatuh ditangannya untuk mengambil keputusan, melainkan diterima oleh KH Cholil Bangkalan, yang juga guru Mbah Hasyim dan Mbah Wahab.

Dari petunjuk tersebut, Mbah As’ad yang ketika itu menjadi santri Mbah Cholil berperan sebagai mediator antara Mbah Cholil dan Mbah Hasyim. Ada dua petunjuk yang harus dilaksanakan oleh Mbah As’ad sebagai penghubung atau wasilah untuk menyampaikan amanah Mbah Cholil kepada Mbah Hasyim. (Choirul Anam, 2010: 72)

Hal ini merupakan bentuk komitmen dan ta’dzim santri kepada gurunya apalagi terkait persoalan-persoalan penting dan strategis. Ditambah tidak mudahnya bolak-balik dari Bangkalan ke Tebuireng di tengah situasi penjajahan saat itu.

Petunjuk pertama, pada akhir tahun 1924 santri As’ad diminta oleh Mbah Cholil untuk mengantarkan sebuah tongkat ke Tebuireng. Penyampaian tongkat tersebut disertai seperangkat ayat Al-Qur’an Surat Thaha ayat 17-23 yang menceritakan Mukjizat Nabi Musa AS sebagai berikut:

وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى (١٧) قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى (١٨) قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى (١٩) فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (٢٠) قَالَ خُذْهَا وَلا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الأولَى (٢١) وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَى جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ آيَةً أُخْرَى (٢٢) لِنُرِيَكَ مِنْ وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى (١٧) قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى (١٨) قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى (١٩) فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (٢٠) قَالَ خُذْهَا وَلا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الأولَى (٢١) وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَى جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ آيَةً أُخْرَى (٢٢) لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا الْكُبْرَى

Artinya:
“Apakah itu yang di tangan kananmu wahai Musa? “Ini adalah tongkatk, aku bertelekan kepadanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya”. Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa! Lalu dilemparkanyalah tongkat itu, tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengemabalikan pada keadaan semula. Dan Kepitlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia akan keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat – sebagai mukjizat yang lain (pula) – untuk kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar.”

Petunjuk kedua, kali ini akhir tahun 1925 santri As’ad kembali diutus Mbah Cholil untuk mengantarkan seuntai tasbih lengkap dengan bacaan Asmaul Husna (Ya Jabbar, Ya Qahhar. Berarti menyebut nama Tuhan Yang Maha Perkasa) ke tempat yang sama dan ditujukan kepada orang sama yaitu Mbah Hasyim.

Setibanya di Tebuireng, santri As’ad menyampaikan tasbih yang dikalungkannya dan mempersilakan Mbah Hasyim untuk mengambilnya sendiri dari leher As’ad. Bukan bermaksud As’ad tidak ingin mengambilkannya untuk Mbah Hasyim, melainkan As’ad tidak ingin menyentuh tasbih sebagai amanah dari Mbah Cholil kepada Mbah Hasyim. Sebab itu, tasbih tidak tersentuh sedikit pun oleh tangan As’ad sepanjang perjalanan dari Bangkalan ke Tebuireng.

Setelah tasbih diambil, Mbah Hasyim bertanya kepada As’ad: “Apakah ada pesan lagi dari Bangkalan?” Kontan As’ad hanya menjawab: “Ya Jabbar, Ya Qahhar”, dua asmaul husna tarsebut diulang oleh As’ad hingga 3 kali sesuai pesan sang guru. Mbah Hasyim kemudian berkata, “Allah SWT telah memperbolehkan kita untuk mendirikan jam’iyyah”.

Akhirnya, tepat pada tanggal 16 Rajab 1344 Hijriyah atau 31 Januari 1926, organisasi NU resmi didirikan dan Kiai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama.

Dari proses lahir dan batin yang cukup panjang tersebut menggamabarkan bahwa lika-liku lahirnya NU  tidak banyak bertumpu pada perangkat formal sebagaimana lazimnya pembentukan organisasi. NU lahir berdasarkan petunjuk Allah SWT. Terlihat di sini, fungsi ide dan gagasan tidak terlihat mendominasi. Faktor penentu adalah konfirmasi kepada Allah SWT melalui ikhtiar lahir dan batin. Inilah distingsi (ciri khas) yang membedakan NU dengan organisasi keagamaan lainnya.

Fakta sejarah di atas merupakan sebagian proses penting lahirnya NU. Di samping itu, peran sejumlah ulama dan kiai tentu tidak kalah strategisnya dalam proses panjang tersebut. Karena gagasan yang dibangun oleh Mbah Wahab tidak muncul secara instan, melainkan harus melalui dialektika panjang terkait paham keagamaan yang saat itu muncul ditambah dengan ketidakperikemanusiaan  yang terus menerus dilakukan oleh penjajah saat itu.

Sumber: nuonline
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Kenalin Saya

Foto saya
GURUKU KYAI BUKAN MBAH GOOGLE Belajarlah agama kepada guru yang sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah. Belajar langsung dengan bertatap muka kepada guru fadhilahnya sangat agung. Dikatakan bahwa duduk di majelis ilmu sesaat lebih utama daripada shalat 1000 rakaat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan karena kesibukan yang lain, maka jangan pernah biarkan waktu luang tanpa belajar agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun tetap harus di bawah pantauan atau bimbingan orang yang ahli. HATI-HATI DENGAN GOOGLE Jika anda suka bertanya hukum kepada mbah google, pesan kami, hati-hati karena sudah banyak orang yang tersesat akibat tidak bisa membedakan antara yang salaf dengan yang salafi. Oleh karena itu untuk membantu mereka kaum awam, kami meluncurkan situs www.islamuna.info sebagai pengganti dari google dalam mencari informasi Islam. Mulai sekarang jika akan bertanya hukum atau info keislamna, tinggalkan google, beralihlah kepada Islamuna.info Googlenya Aswaja.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. JIHAD ILMIAH - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template