KH. Hasyim Latief dilahirkan sebagai anak ke 3 dari seorang ayah yakni H. Abdul Latief yang berpenghidupan sebagai pengusaha dan pedagang, dan ibunya adalah Asiyah, seorang ibu yang taat beragama dan takdzim pada suami. Hasyim Latief lahir di desa Pakelan Kecamatan Kota Kabupaten Kodya Kediri. Dirumah H.Syukur (kakak dari Ibu Asiyah) pada tanggal 16 Mei 1928 hari Rabu ( 26 Dzul qoidah 1346 H).
Pada usia 5 tahun (1933), Hasyim Latief diajak pindah olehorang tuanya ke daerah jombang, yakni desa Somobito kec Somobito. Semenjak pindah dari Kediri ke Jombang, ayahnya tetap menjalankan usaha sebagai pandai besi dan juga pedagang. Demikian juga ibunya ikut membantu mencari nafkah dengan membuat jajan gorengan, kemudian di titipkan ke penjual keliling.
Semenjak kecil Hasyim Latief dididik dan dilatih (ditempa) dalam situasi dan kondisi yang begitu keras, dengan disiplin yang tinggi, walaupun suasana kehidupan orang tuanya dalam kondisi berkecukupan pada waktu itu. Sebagai contoh, setiap sholat harus ke mesjid dan pada awal waktunya. Waktu tidur malam tidak boleh lewat jam 10 malam, sebab dikhawatirkan tidak bisa bangun waktu sholat subuh.
Kemandirian dan kerja keras yang di lakukan H.Abdul Latief disaksikan oleh anak-anaknya termasuk Hasyim Latief pada waktu itu, menjadikan motivasi dorongan yang kuat bagi Hasyim Latief untuk melakukan usaha mandiri dengan membantu ibunya berjualan. Dengan menjual kue gorengan ibunya untuk dibawa keliling ke desa-desa sekitarnya.
Demikianjuga sikap tegas dan disiplin dalam menjalankan perintah agama yang di terapkanH. Abdul Latif kepada anak-anaknya menjadikan Hasyim Latif tidak mudah mengeluhdan putus asa, tapi menjadikan anak yang percaya diri dalam kesederhanaan danmampu selalu bersyukur atas apa yang dimiliki dari pemberian yang diterima.
KH Hasyim Latief BA kecil memang lahir dari keluarga pejuang. Ia adalah keturunan pejuang kemerdekaan dan pejuang Islam di kecamatan Sumobito Jombang. Beliau berasal dari Bani Zahid. Sebuah pohon keluarga yang telah mendirikan 33 masjid di Jombang. Sejumlah tokoh juga terlahir dari klan keluarga Bani Zahid. Sebut saja misalnya, budayawan yang juga Kiai “Mbeling” Emha Ainun Nadjib dan aktivis masyarakat miskin kota Wardah Hafidz. Tak terkecuali, Salman, salah seorang tokoh Komando Jihad yang pernah membajak pesawat Garuda di Bangkok. Mereka semua adalah keponakan KH Hasyim Latief BA.
Pendidikan
Sampai usia 8 tahun, Hasyim Latief tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Oleh orang tuanya ia dan kakaknya dikirim ke Pesantren Tebuireng. Sebab pada waktu itu belum banyak pendidikanformal yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Kalaupun ada, sekolah formal waktu itu hanya ada di kota-kota besar.
Hasyim Latief beruntung karena dapat berguru secara langsung kepada KH Hasyim Asy’ari. Hasyim Latif juga sempat mengikuti dua kali khataman Shahih Bukhari. Selain dari KH Hasyim Asy’ari dan KH Mahfudh Anwar, ia juga mendapat didikan sejumlah ulama yang dihormati saat itu. Mereka adalah Kiai Syarkawi (Blitar), Kiai Da’im (Kudus), Kiai Nur Azis (Singosari), dan Kiai Syamsun (Gayam). Setelah 6 tahun belajar di Pesantren Tebuireng, Hasyim Latief kembali ke Sumobito. Tak lama kemudian, ia kembali mencari ilmu dengan mengaji ke KH Syamsul Huda Sumobito dan KH Arif Balongdowo, Jombang.
Karier Militer
Januari 1945, dibentuk dewan pimpinan Hizbullah dengan KH Zainul Arifin sebagai ketua komandan dan Mr Moch Roem sebagai wakil ketua. Sedangkan anggota pengurusnya, antara lain: KH Iman Zarkasi,S Surowijono, Soedjono Hadisoediro, dan Anwar Tjokroaminoto.
Kiai Hasyim Latief pun ikut serta pelatihan Hizbullah yang dipusatkan di Cibarusa, Bogor. Awal karirnya di Hizbullah ia mulai di kala ia berstatus sebagai peserta pada pelatihan opsir Hizbullah se-Jawa dan Madura. Kiai Hasyim Latief langsung menjabat sebagai seorang komandan latihan. Dan ketika kisaran tahun 1947 terjadi peleburan antara TNI dengan Hizbullah, ia masuk ke dalam resimen 293 dengan komandan Letkol KH A Wahib Wahab. Pangkat terakhimya yang ia panggul adalah Komandan Kompi I Yon Munasir.
Dikisahkan, KH Hasyim Latief yang menjadi komandan peleton, menyerang pasukan Belanda. Namun pasukannya bercerai berai karena Belanda memiliki senjata modern dan pasukan berjumlah lebih banyak. Beliau terpisah dari pasukannya. Ia yang berlari sendirian terus dikejar tentara Belanda. Pada situasi terjepit inilah KH Hasyim Latief melakukan kontak doa kepada Allah SWT. Kontak doa itu salah satunya dengan melafalkan wirid Jaljalud agar tidak terjadi kontak senjata, maklum kekuatan pasukannya tidak sebanding dengan pasukan Belanda.
Beliau yang saat itu bersembunyi di tengah semak belukar menemukan keajaiban. Tentara Belanda sesungguhnya berhasil menemukan tempat persembunyianya. Jika saja tentara penjajah memberondongkan senjata ke persembunyiannya, secara nalar dipastikan ia tewas. Namun kebesaran Tuhan datang. KH Hasyim Latief lenyap dari kejaran tentara musuh. Tentara Belanda pun uring-uringan karena yang diburu hilang dari pandangan. Seketika itu, muncul seseorang yang oleh tentara Belanda dikira KH Hasyim Latief, padahal bukan. Tentara Belanda langsung memuntahkan pelurunya ke arah orang yang di matanya dianggap sebagai sosok KH Hasyim Latief. Tentara musuh bergembira karena merasa telah membunuh KH Hasyim Latief. Selanjutnya, pasukan Belanda melakukan operasi ke tempat yang lain. Beliau pun terlepas dari maut.
Pemerintah Soekarno pernah mencurigai KH Yusuf Hasyim terlibat Pemberontakan DI/TII. Tudingan Presiden Soekarno berimbas pula ke KH Hasyim Latief karena ia berada dalam satu barisan dengan KH Yusuf Hasyim. Tuduhan ini sempat menyeret KH Hasyim Latief ke meja hijau. Namun, ia kemudian melarikan diri keYogyakartadan masuk ke UII (Universitas Islam Indonesia).
Versi lain menyebutkan, kepergian KH Hasyim Latief keYogyakarta sebagai bentuk penolakan terhadap perintah Presiden Soekarno untuk memberantas pemberontakan Kahar Muzakar di Makassar. KH Hasyim menolak berperang dengan sesama muslim.
Namun, ada versi ketiga yang mengatakan ia lari ke Yogyakarta karena dituduh terlibat DI/TII sebagai akibat sering mengajak anak buahnya di TNI melakukan tahlilan dan istighotsah. Versi ini diungkapkan Suhaimi Syakur, mantan Ketua Lembaga Ma’arif PWNU Jawa Timur.
Ada juga yang mengisahkan, pelarian KH Hasyim Latief ke UII akibat tertangkapnya KH Yusuf Hasyim dengan tuduhan terlibat DI/TII. KH Hasyim Latief adalah anak buah KH Yusuf Hasyim sehingga ia mendapatkan tudingan yang sama. KH Yusuf Hasyim tertangkap dan diadili. Ia mendapat hukuman dibuang ke Mesir sementara Chaerul Saleh ke Belanda. Di Mesir KH Yufuf Hasyim tidak kerasan dan atas jasa baik KH Idham Chalid balik keIndonesiasedang Chaerul Saleh bersekolah hingga lulus di Belanda.
Di UII, KH Hasyim Latief menggunakan nama Munir sebagai cara menghapus jejak agar tak dikejar-kejar pemerintah Soekarno. Nama ini kelak melengkapi nama aslinya, Hasyim Latief. Sehingga ia kelak menggunakan nama Munir Hasyim Latief. Disana, ia memilih fakultas hukum.
Kiprah Di NU dan Pendidikan
KH Hasyim Latief adalah pendiri Pertanu (Persatuan Tani dan Nelayan NU). Ini untuk melawan gerakan-gerakan PKI yang menggunakan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960. PKI menggunakan massa-massanya dari BTI, Gerwani, dan Pemuda Rakyat untuk mengganggu, bahkan menyerobot tanah-tanah umat Islam. Alasannya, tanah itu melebihi ketentuan 5 hektare sesuai Landreform (Reformasi Agraria). Pertanu dibentuk 1963. Sebagai ketua Pertanu Jawa Timur ditunjuk Katamsi, seorang pegawai pasar dan Sukarno (sekretaris KH Hasyim Latief) menjadi sekretarisnya.
Tahun-tahun berikutnya, KH Hasyim Latief aktif dalam kepengurusan di NU dalam berbagai level, mulai dari ketua PW NU Jawa Timur, wakil ketua PBNU, wakil Rais Syuriah PBNU, dan Mustasyar PB NU. Beliau juga pernah aktif menjadi anggota legislatif di Jawa Timur dan duduk sebagai wakil ketua DPRD dan anggota DPR RI dengan menjadi anggota komisi VI bidang pendidikan dan agama.
Konsennya dalam bidang pendidikan dicurahkan dalam pengembangan Yayasan Pendidikan Maarif (YPM) Sepanjang Sidoarjo dan saat ini telah berkembang menjadi 38 unit pendidikan mulai dari play group sampai dengan perguruan tinggi di Jawa dan Kalimantan. Penanggalan mencatat, tonggak penting kelahiran YPM ini terjadi pada 10 September 1961.
Menurut kesaksian KH Sholeh Qosim, karena pecinta ilmu, KH. Hasyim Latief ingin “minterno” (membuat pintar) arek Sepanjang. Menurut KH. Sahal Mahfudz, beliau melihat, KH. Hasyim Latief adalah sosok yang memiliki komitmen tinggi terhadap NU.
Sebagai orang yang berlatar belakang pendidikan pesantren dan fakultas hukum, KH Hasyim Latief selalu menegakkan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara mikro maupun makro. Ada kisah menarik tentang ini. Suatu ketika KH Hasyim Latief menjatuhkan sanksi organisasi partai kepada anggota yang melanggar peraturan organisasi. Si orang ini sakit hati. Kemudian, orang itu pergi ke dukun santet untuk mengguna-gunai KH Hasyim Latief hingga bertemu ajal.
Lucunya, si dukun santet malah datang jauh-jauh dari kampungnya untuk menemui KH Hasyim Latief di rumah. Ia ngotot meminta maaf dan mengaku telah melakukan upaya pembunuhan dengan cara menyantet. Si dukun mengaku gagal menyantet KH Hasyim Latief. Guna-guna yang dikirimnya justru berbalik menyerang sang dukun.
Beliau pun menginterogasi sang dukun, siapa yang merencanakan pembunuhan itu. KH Hasyim Latief berlapang dada memberinya maaf dengan syarat si dukun santet harus membawa otak rencana pembunuhan itu menghadap beliau untuk meminta maaf. Selanjutnya beliau meminta dukun santet tadi bertobat.
KH Hasyim Latief berpulang ke rahmatullah pada usianya yang ke 77, Selasa 19 April 2005 pukul 12.05 WIB.
Oleh majalah AULA Edisi November 2012 hal. 58-59, beliau termasuk 9 komandan perang NU, yang daftar lengkapnya sebagai berikut :
- KH. Zainul Arifin
2. KH. Masjkur
3. KH. Munasir Ali
4. KH. Sullam Syamsun
5. KH. Iskandar Sulaiman
6. KH. Hasyim Latief
7. KH. Zainal Mustofa
8. H. Abdul Manan Widjaya
9. Hamid Roesdi
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !