Umat Islam tak bisa dipisahkan dari negeri Jambi. Mereka membentuk laskar untuk turut angkat senjata bersama TNI melawan penjajah. Laskar Hizbullah adalah laskar yang populer. Demikian pula kiprah barisan ini di Tanjung Jabung.
Rasanya tidak ada orang di Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat yang tidak tahu nama KH M Daud Arif (1908- 1976). Ia yang ulama juga pejuang yang kini namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit di sana. Kelahiran Laskar Hizbullah, juga tak lepas dari sosoknya.
Bila melihat sejarah, memang ketika terbentuknya organisasi ketentaraan seperti BKR (Badan Keamanan Rakyat) berkembang pula laskar-laskar rakyat sesuai aliran masing-masing.
Syamsul Bahri, seorang guru dan pemerhati sejarah di Tanjung Jabung Barat mengatakan, hal itu berlaku pula di kampung halamannya. Di Tungkal pada akhir 1945 beberapa orang cerdik pandai, alim ulama dan tokoh- tokoh masyarakat mengadakan pertemuan.
Pertemuan itu membicarakan kelanjutan perjuangan serta bagaimana untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Maka sekitar akhir 1945 atau awal 1946 terbentuklah diantaranya Laskar Hizbullah yang dipimpin oleh Guru HM Daud Arif,” cerita Syamsul kepada Tribun, Minggu (21/9/2014).
Mukty Nasruddin dalam naskahnya Jambi dalam Sejarah Nusantara, bahkan punya kenangan terhadap sosok Daud Arif muda. Ketika itu, Daud Arif menolak suatu perayaan yang ternyata acaranya diisi dengan judi.
Mengenai tumbuhnya gerakan rakyat (Laskar Hizbullah) ini Mukty berpendapat rakyat masih memiliki volksgeest en nationalegeest (jiwa kerakyatan dan jiwa kebangsaan) sekalipun dalam keadaan susah payah.
Menurut Syamsul Laskar Hizbullah akhirnya menjadi organisasi semi militer onderbouw Masyumi. Walau sejarah mencatat sejumlah nama yang menjadi bagian laskar tersebut, tapi banyak pula anggota-anggota resmi yang tidak diketahui secara pasti nama dan berapa jumlahnya.
Seperti foto lawas Laskar Hizbullah yang ditampilkan. Foto yang diperoleh Syamsul dari keturunan KH Daud Arif itu memotret Laskar Hizbullah saat berada di Balai Marga, Tungkal ilir sekitar tahun 1948. Kini Balai itu bersalin rupa menjadi rumah penduduk. Adapun markas Masyumi (laskar) ada di kawasan yang sekarang berdiri Hotel Cahaya, dekat Masjid Agung.
Bila di kancah nasional kita mengenal pertempuran 10 November yang identik dengan aksi heroik Bung Tomo dan Laskar Hizbullah, laskar ini pun punya cerita tempur. Kisah perang itu terjadi pada suatu Jumat di bulan Januari 1949.
Kabar merapatnya kapal Landing Craft (LC) Belanda di Kampung Laut tedengar sampai ke Tungkal. Tentara, laskar dan masyarakat bersiap. Jumat pagi itu, Belanda melakukan provokasi.
Sekitar pukul 07.00 pagi, dengan menggunakan motorboat mereka mondar-mandir melewati kota (Tungkal) sesekali melakukan tembakan-tembakan pancingan di antara Parit III ujung Boom dengan Parit I Tangga Raja Hulu,” cerita Syamsul yang mendapatkan kisah itu dari seorang pelaku sejarah.
Melihat hal tersebut, Laskar Hizbullah yang telah berjaga-jaga di ujung Pelabuhan melakukan beberapa kali tembakan pula. Belanda akhirnya kian masif menyerang. Pada pukul 10.00 terdengarlah gemuruh mesin kapal-kapal perang Belanda masuk ke perairan Tungkal dan berhenti berjejer di hadapan kota. Dilaporkan jumlahnya kapal tersebut 8-12 buah lengkap meriam dan sebagainya. Sementara Laskar Hizbullah bersenjatakan seadanya.
Bahkan ketika umat Islam akan melaksanakan salat Jumat di masjid Raya (Sekarang masjid Agung Al-Istiqomah) Belanda bertubi-tubi menghujani mereka. Bahkan bulan bintang yang ada di atas pucuk masjid Agung jatuh,” ucapnya mengenai pertempuran yang membuat Tungkal kala itu jatuh ke tangan Belanda.
Sumber : Deddy Rachmawan, Tribunews, dengan beberapa suntingan
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !